Pada titik ini Heidegger membantah pemahaman Aristoteles yang hanya berpatokan pada masa kini. Menurut Aristoteles, masa lalu telah mengalir dan masa kini adalah saat ini yang mengalir ke masa lampau. Sedangkan masa depan adalah masa kini yang akan hadir.
Yang ada hanyalah masa kini. Masa lalu tidak sungguh ada, karena ia hanya merupakan ingatan atau kenangan atas peristiwa yang tak lagi ada saat ini. Masa depan juga belum sungguh ada, karena ia hanya berupa angan-angan atau harapan dan bayangan semata. Maka yang ada hanyalah masa kini.
Heidegger membantah hal ini dan kemudian memberikan beberapa syarat temporalitas, yakni: Pertama, manusia harus memiliki pemahaman tentang apa yang ia alami dan apa yang akan ia tuju. Kedua, manusia harus memiliki pemusatan pikiran (intensionalitas) terhadap kejadian yang sedang terjadi. Ketiga, manusia harus menyadari keterjatuhan dirinya, bahwa ia adalah yang terlempar sedemikian rupa dan akan menuju kematian.
Waktu, ternyata sulit untuk dipahami dan terus menjadi perdebatan yang belum tuntas. Namun yang pasti bahwa manusia hidup dalam waktu. Dalam konteks pergantian tahun, kita akan segera mengakhiri tahun 2022, dan akan memasuki tahun yang baru yakni tahun 2023. Ada yang akan menjadi masa lalau, kini dan yang akan datang.
Yang terpenting bagi kita adalah bagaimana kita memaknai temporalitas. Bila dikenang dan dilacak, ada banyak pekerjaan dan program kerja masa lalu yang belum sempurna. Banyak tugas yang tidak tuntas, banyak amanat yang tersendat. Banyak pula hasil yang nihil.
Kini kegagalan-kegagalan perlu dievaluasi, diperbaiki untuk hari esok yang lebih berarti. Direncanakan untuk masa depan yang lebih mapan. Itulah cita-cita. Cita-cita harus diperjuangkan untuk digapai secara terus-menerus, di manapun kita berada. Tidak perlu ada kata mundur dan tidak perlu ada kata surut, meskipun sejatinya cita-cita itu sendiri bersifat ideal atau imajiner.
Cita-cita, rencana, dan agenda manusia tidak pernah selesai. Tidak pernah usai. Kekurangan-kekurangan pasti ada. Memang cita-cita harus ideal, rencana harus maksimal, yang tidak mungkin tercapai dengan optimal. Semua itu adalah proses menuju kondisi yang sukses.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H