Secara nilai superlatif, karena tentang cita-cita manusia ideal, maka merdeka belajar adalah juga milik semua orang. Inilah yg ada dalam benak pemerintah; mengunduh makna yang tepat untuk situasi yang tepat. Makna ini kemudian dijadikan label kebijakan negara karena ia bisa diterima semua pihak terlepas dari atribut dan bendera.
Ketiga, episode ketika merdeka belajar menjadi terminologi yang shared antara pemerintah dan rakyat (publik). Episode ini-- episode yang saat ini tengah berlangsung --menandai waktu negosiasi antara Pemerintah dengan masyarakat luas.
Dalam konteks imaginer, Pemerintah duduk semeja dengan rakyatnya, dan meyakinkan bahwa apa yang telah diputuskan telah melalui mekanisme yang tidak mudah dan biaya yang tidak murah, baik politis (menjaga dukungan stakeholders), kultural (menjaga konsistensi kebijakan), maupun psikologis (menjaga kepercayaan rakyat). Oleh karena itu Pemerintah akan menjawab negosiasi dengan menerjemahkan kebijakan ke dalam program-program.
Negosisasi itu menyangkut antara lain tuntutan publik agar Menteri menjelaskan langsung apa yang dimaksud dengan merdeka belajar. Bila merdeka belajar adalah narasi dengan episode-episodenya (lebih dari sekedar trend peristilahan), lantas ceritanya apa dan alurnya bagaimana?Â
Apa peran episode satu dengan yang lain dalam membangun cerita merdeka belajar? Apakah pesan nilai merdeka belajar cukup dijelaskan oleh program-program dalam tiap episodenya?
Negosiasi yang lain menyangkut pedagogi di lapangan. Meskipun tampak sederhana (pedagogical practices, methods and priciples), karena merupakan inti narasi, maka poin ini termasuk yang pertama harus mendapat kejelasan. Yakni tentang makna merdeka belajar sebagai metode, "Bagaimana pelaksanaannya?"
Hal ini mengingat pengertian merdeka belajar sangat luas (dari sistem nilai hingga satuan prosedur); siapa pun yang mengampu tugas mengajar (guru, dosen) akan cukup kebingungan dalam pelaksanaanya. Ketika tiba di tangan para pengampunya di lapangan istilah ini hadir tanpa bentuk, tidak bisa dipegang dan digunakan.
 Tidak di tangan guru kelas sekolah dasar, tidak di tangan guru besar universitas, istilah ini bisa kehilangan signifikansinya bila terlalu umum untuk diikat sebagai satuan kegiatan: Bila pendekatannya adalah bahwa pengampu bebas menafsirkan, maka pendekatan ini bisa masuk jebakan "anything goes." Dan bila pendekatannya adalah bahwa merdeka belajar lebih bersifat nilai, maka pendekatan ini telah terwadahi sebagai filosofi; jadi situasinya circular.
Di lapangan pengampu biasanya diajari untuk menerjemahkan kebijakan; misalnya menerjemahkan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar (KI/KD) ke dalam rumusan tujuan dan satuan operasional pembelajaran.Â
Juga diajari mencari cara paling efektif dalam mengajar. Pengampu yang terlatih pengalaman dan intuisinya memiliki keahlian dalam mengukur apakah suatu metode tepat digunakan sesuai tujuan belajar, gradasi materi, dan kondisi siswa.
Salah satu cara yang pernah populer adalah metode (tepatnya, pendekatan) eklektik. Ketika memilih untuk menggunakan beberapa metode pengampu melakukannya dengan pemahaman bahwa metode-metode tersebut tidak saling bertentangan (mis. metode yang satu induktif dan yang lain deduktif); atau saling tidak konsisten dan rancu (mis. metode x di dalam metode y); atau sum-of-its-parts yang tidak membentuk unified whole (tidak memiliki karakter yang integrated dan terstruktur untuk sebuah metode).