Mohon tunggu...
Daryl Budihardjo
Daryl Budihardjo Mohon Tunggu... Lainnya - Murid SMA

Senang mengeksplorasi

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pengalaman Mahal di Ekskursi 2024

19 November 2024   22:00 Diperbarui: 20 November 2024   01:04 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mereka yang bukan saudaramu dalam iman, adalah saudaramu dalam kemanusiaan. (Ali bin Abi Thalib)

Di era modern ini, setiap orang di dunia selayaknya memiliki keseimbangan antara pengetahuan ilmu dan kepercayaan iman. Sangat berbahaya jika seseorang sangat ahli pada salah satu dari kedua aspek tersebut, namun tidak memahami yang lain. Kondisi itu dapat berujung pada ketidakharmonisan dan perpecahan, apalagi pada ruang lingkup Negara Indonesia, suatu negara yang berdiri atas dasar keberagaman (Bhinneka Tunggal Ika: berbeda-beda tetapi tetap satu). 

Sebenarnya tidak ada agama yang mengajarkan kebencian. Hal tersebut hanya dilakukan oleh para oknum penganut suatu agama yang menelan bulat-bulat ajaran agamanya tanpa diolah terlebih dahulu.

Suhu pagi hari itu terasa lebih panas dari biasanya; hampir tidak ada awan di langit biru Jakarta yang cerah pada Rabu, 30 Oktober 2024 lalu. Jalan Menteng Raya, sama seperti saat hari-hari kerja lain pada umumnya, sibuk dengan lalu lalang pemotor dan pejalan kaki. Kira-kira pukul 7.30 pagi, suatu bus pariwisata keluar dari parkiran Kolese Kanisius. 

Bus tersebut diisi para Kanisian (sebutan untuk siswa Kolese Kanisius) yang akan mengikuti kegiatan ekskursi di Pondok Pesantren Kebon Jambu, Ciwaringin, Cirebon selama tiga hari dan dua malam. Ekskursi ini adalah sebuah kegiatan yang dirancang untuk membangun jembatan antara keyakinan yang berbeda; sebuah langkah penting di tengah dunia yang kerap dihantui oleh ketegangan akibat perbedaan. 

Melalui kegiatan ekskursi, penulis menemukan bukan hanya cerita-cerita orang, tetapi juga pengalaman nyata yang mengubah cara pandang saya terhadap kehidupan dalam keberagaman.

Menyelami Kehidupan Santri

Hari kedua dimulai dengan keakraban sederhana karena kami belum berkenalan dengan para santri saat hari kedatangan. Suasana pondok pesantren menyambut kami dengan keheningan khas pinggiran kota, diiringi keramahan para santri yang memberikan senyum setiap kali kami berpapasan. Keheningan itu mungkin saja sebenarnya terjadi karena kami tidak dibangunkan oleh pertunjukan "tanjidor" mereka pada jam 4 pagi untuk mengumpulkan seisi pondok agar mengikuti sholat subuh. 

Kami diajak untuk turut serta dalam aktivitas sehari-hari mereka: mengikuti kelas-kelas pelajaran selayaknya sekolah biasa, mempelajari bahasa Arab, hingga mengaji bersama.

Pengalaman-pengalaman yang dilalui penulis di pondok pesantren bukanlah hal-hal yang tergolong umum untuk seorang yang memiliki keyakinan berbeda. Misalnya, belajar bahasa Arab dan ziarah ke makam tokoh Islam. Tetapi, pengalaman-pengalaman tersebut memperkaya pengetahuan budaya milik penulis. 

Kegiatan ziarah tersebut memberikan perspektif baru tentang bagaimana nilai-nilai agama dihormati dan diwariskan menurut kepercayaan lain, dan mempelajari bahasa Arab menyadarkan penulis betapa sulitnya menulis dari kanan ke kiri.

dokpri
dokpri

Malam yang Mengubah Pandangan

Peristiwa sangat mendalam terjadi pada malam hari kedua, sekitar pukul sepuluh. Pada hari kedua, setelah makan malam, para santri menyiapkan penyambutan untuk para Kanisian. Setelah acara penyambutan yang hangat berupa beberapa penampilan seni, para Kanisian diajak duduk bersama di sebuah ruangan sederhana. Ruangan itu lokasinya cukup terpencil, dan para Kanisian sempat merasa cemas. 

Tetapi, di dalam ruangan itu sudah dihidangkan martabak coklat dan minuman jahe hangat, kombinasi kudapan surgawi. Para santri ternyata mengajak untuk berbincang-bincang bersama. Perbincangan itu berlangsung santai, namun penuh dengan makna mendalam.

Topik-topik yang dibahas sangat beragam, mulai dari pengalaman mereka sebagai santri, tantangan yang mereka hadapi, hingga pandangan mereka tentang hidup berdampingan dengan orang-orang yang berbeda iman. Penulis merasakan sendiri betapa hangat dan terbukanya mereka dalam menerima para Kanisian. Tidak ada sikap menghakimi, hanya dialog yang tulus dan rasa ingin tahu yang besar.

 Situasi di ruangan tersebut cocok digambarkan sebagai suatu oase di tengah dunia yang sering kali terpecah belah oleh perbedaan. Malam itu, semua orang di ruangan tersebut menyadari bahwa meski masing-masing berasal dari latar belakang berbeda, ada banyak kesamaan bersama: harapan akan  masa depan yang lebih baik, impian untuk hidup damai, dan keinginan untuk saling memahami.

Secara keseluruhan, penulis menganggap momen yang paling berkesan adalah momen ketika melakukan bincang-bincang santai dengan para santri. Dalam diskusi tersebut, penulis, teman-teman penulis, dan para santri saling bertukar cerita tentang latar belakang masing-masing. Obrolan tersebut menyadarkan penulis bahwa sebenarnya sangat mudah untuk orang-orang hidup rukun walau dengan perbedaan.

Belajar dari Perbedaan

Dialog dengan para santri membuat penulis merenungkan betapa pentingnya membuka diri terhadap perspektif lain. Dalam kehidupan sehari-hari, tidak jarang ada prasangka atau ketakutan yang tak beralasan terhadap yang berbeda dari kita. Namun, pengalaman di pondok pesantren tersebut menunjukkan bahwa keberagaman bukanlah ancaman, melainkan peluang untuk belajar dan tumbuh bersama. (1) 

Para santri, dengan segala kesederhanaannya, mengajarkan penulis bahwa perbedaan bisa menjadi kekuatan jika kita mau meluangkan waktu untuk memahami satu sama lain. Melalui kesederhanaan dalam gaya hidup mereka, mereka menunjukkan bahwa nilai-nilai seperti toleransi, kerja keras, dan keikhlasan adalah fondasi untuk menciptakan kondisi masyarakat yang harmonis.

Menatap Masa Depan dengan Optimisme

Ekskursi ini meninggalkan kesan mendalam yang sulit dilupakan. Sebelumnya, berdasarkan cerita dari kakak-kakak kelas sebelumnya, ada stigma bahwa kegiatan ekskursi kurang menyenangkan. 

Tetapi, stigma tersebut terpatahkan oleh cara kami diterima di Pondok Pesantren Kebon Jambu Ekskursi dapat dikatakan sebagai suatu  perjalanan batin yang memperkaya wawasan penulis tentang keberagaman. 

Penulis meyakini bahwa jika semua orang mendapatkan kesempatan emas seperti ini---bertemu, berdialog, dan belajar dari orang-orang yang memiliki perbedaan iman---maka dunia ini akan menjadi tempat yang lebih damai dan penuh pengertian. Sebagai generasi muda, kita memiliki tanggung jawab untuk menjembatani perbedaan, bukan membangun dinding pemisah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun