Mohon tunggu...
darwinarya
darwinarya Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Photographer Specialized Hotels and Resorts

Travel Enthusiast. Hospitality Photography Junkie

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Kepiting Dandito Bali, Cita Rasa Tradisional Berstandar Internasional

14 Desember 2015   09:22 Diperbarui: 28 Juli 2016   09:52 1080
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ternyata, kepiting soka mendapat perlakuan berbeda dari kepiting lain. Anggota badannya ‘dipreteli’ hingga tersisa bagian paling belakang. Kepiting tersebut kemudian ditempatkan dipenampungan khusus. Diberi pakan secara rutin tiap hari, pagi dan sore. Dalam kurun waktu sekitar 18 hari, anggota badannya kembali tumbuh beserta cangkang baru yang kondisinya masih lunak. Hari ke-19, barulah dipanen. Menurut penuturan Rudy Setiawan, meleset satu hari saja, sudah tidak enak dikonsumsi. Lantaran kulit cangkang baru tumbuh, menu satu ini juga memiliki kadar nutrisi tinggi terutama protein dan kalsium.

Cumi cabai hijau dan kepiting soka asam manis sudah, sekarang giliran udang galah goreng bumbu mentega.

[caption caption="Udang Galah Goreng Mentega Dandito / dap"]

[/caption] 

Saya terkesima dengan ukurannya yang jumbo. Maklum, saya belum pernah makan udang jenis ini. Jujur saya katakan, tadinya saya ragu, itu udang atau lobster? Apalagi pada bagian depan terdapat dua ‘tangan’ panjang dengan diameter sekitar jari kelingking. Namun setelah saya amati lebih seksama, bisa dipastikan itu udang.

Warna udangnya terlihat merah merona dibalut dengan guyuran kuah kental. Kulit punggungnya sudah diiris memanjang. Memudahkan bumbu meresap ke dalam. Melihatnya saja bikin hati ini terasa senang.

Hal pertama yang saya lakukan adalah, mematahkan tubuhnya jadi dua bagian antara kepala dan badan. Bagian kepala saya ‘sisir’ terlebih dulu. Untuk membuka isi pada bagian tangan, saya memakai alat bantu yang biasa digunakan memecah cangkang kepiting. Setelah remuk barulah daging bisa diambil. Itupun harus berjibaku melawan duri yang mencuat disekujur tangan udang.

Bagian ‘sulit’ tandas, kini giliran bagian paling enak.

Ibu jari bertugas sebagai pembuka, sementara jari lain berfungsi menahan badan udang agar tetap pada posisinya. Tidak sulit membuka kulit udang. Gerakannya seperti menekan buah jeruk. Begitu kulit terbuka, tinggal ditarik pelan hingga seluruh kulit, mulai dari kaki sampai ekor, terlepas.

Kali itu saya memakannya langsung, tidak dicampur nasi putih. Dagingnya terasa manis sekaligus padat. Ketika dicampur dengan bumbu, lagi-lagi terasa nendang di mulut. Perpaduan rasa yang cantik antara manis, asin dan asam.

Last but not least, ada kepiting lada hitam yang siap disantap. Saya terbiasa menyimpan menu ternikmat pada bagian akhir.

[caption caption="Kepiting Lada Hitam Dandito / dap"]

[/caption] 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun