Kebiasaan minum kopi sekarang ini sudah menjadi identitas baru dan semakin populer bagi orang Indonesia.
Di desa-desa, minum kopi bahkan sudah menjadi budaya tersendiri. Ia menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Baik ketika bekerja, berbincang bersama tetangga, ronda, ataupun ketika sedang ada pesta keluarga. Aktivitas minum kopi pasti turut menyertainya.
Pengalamanku Menikmati Kopi Selama di Jogja
Sebagai orang desa yang saat ini numpang hidup di kota Jogja, aku juga merasakan betapa kopi telah menjadi bagian dari keseharianku. Setiap pagi aku selalu minum kopi. Belum lagi jika ada agenda pertemuan, rapat, atau belajar bersama dengan teman-teman sesama mahasiswa, tempatnya hampir selalu di warung kopi dan dengan demikian lagi-lagi selalu menemani.
Kalau dirunut dari sejarah keluarga, interaksiku dengan kopi memang begitu dekat. Pasalnya keluarga kami adalah keluarga kopi. Semua anggota keluarga kami, mulai dari Bapak, ibu, anak, menantu, bahkan hingga cucu, adalah peminum kopi. Ini selain karena sudah menjadi tradisi keluarga, mungkin juga dipengaruhi oleh karena persediaan kopi di tempat tinggal kami berlimpah. Kami tinggal di kabupaten Way Kanan, Lampung. Sedangkan kita tahu, Lampung saat ini masih menjadi salah satu daerah penghasil biji kopi terbaik di Indonesia.
Sekarang, setelah aku hidup di Jogja selama enam tahun lebih, kedekatanku dengan kopi malah semakin menjadi-jadi. Bisa dibilang, aku kini adalah 'pecandu' kopi. Sehari saja aku tak minum kopi, rasanya seperti orang gila. Kadang juga jadi pusing tak keruan dan kurang bergairah dalam menjalani aktivitas.
Secara lebih khusus, aku adalah pecandu sekaligus peminum kopi hitam. Kopi asli. Entah mengapa tubuhku langsung melancarkan protes untuk menyatakan ketaksukaannya jika aku minum kopi yang aneh-aneh. Kopi itu warnanya hitam. Rasanya sedikit asam. Kami tidak mau yang lain. Mungkin begitu protes tubuhku kalau diungkapkan dalam kata.
Karena itu, aku jarang sekali minum kopi-kopi putih atau kopi dengan beraneka rasa. Kopi original tetap menjadi pilihanku. Sehingga untuk kebutuhan minum kopi rutinku setiap hari itu, di kos aku tak pernah telat dari  persediaan bubuk kopi hitam. Dikirim langsung dari Lampung.
Mungkin ini terkesan kolot, tapi bukankah memang selalu begitu kalau kita bicara soal selera?
Tapi meskipun begitu, dalam beberapa kondisi aku pernah juga meminum kopi saset yang 'aneh-aneh' itu. Walau akhirnya aku harus repot sendiri karena tubuhku benar-benar tak terima. Ini biasanya terjadi di saat-saat darurat dan aku tak punya pilihan lain untuk misalnya meredakan sakit kepala atau menghangatkan badan dengan segera. Kecenderunganku pada kopi hitam seakan telah mendarah daging.
Untunglah, kini di pasaran juga tersedia kopi saset yang benar-benar kopi hitam. Kopi asli.
Seperti yang baru kualami belum lama ini, ketika aku menginap di kos salah satu temanku. Karena dia bukan peminum kopi, maka di kosnya ia tak punya persediaan kopi. Sehingga kemudian aku harus membeli kopi saset di warung yang berada tak jauh dari kosnya. Di warung tersedia banyak pilihan jenis kopi saset, namun karena aku sudah menetapkan pilihan sejak awal pada kopi hitam, maka kemudian aku memilih kopi Kapal Api.
Kopi Kapal Api telah kukenal sejak lama. Mula-mulanya dulu dari iklan televisi. Aku selalu ingat tagline-nya berikut nadanya yang diucapkan oleh seorang laki-laki: Jelas Lebih Enaaaaak!
Interaksiku dengan kopi Kapal Api kemudian berlanjut ketika aku menjadi mahasiswa perantauan di Jogja. Bahkan bisa dibilang semakin intim. Ini bermula ketika dulu tak ada kiriman kopi dari Lampung karena hasil panen yang buruk. Aku kemudian mencari kopi bubuk asli di sebuah minimarket dekat kos, hingga akhirnya aku menemukan kopi Kapal Api dalam kemasan besar.
Tapi sebenarnya, kenikmatan kopi Kapal Api tidak hanya karena biji kopinya berasal dari Lampung. Lebih dari itu, kenikmatan kopi Kapal Api semakin terasa apabila didukung oleh beberapa kondisi berikut ini.
Pertama, aku meminumnya di pagi hari.Â
Meminum kopi hitam Kapal Api pada pagi hari memang terasa lebih enak dibandingkan, misalnya, pada siang hari. Ini lantaran pada pagi hari biasanya kita membutuhkan semacam energi penyemangat sebelum kemudian melakukan aktivitas rutin, seperti bekerja atau belajar. Nah, kopi Kapal Api dalam hal ini bisa menjadi pilihan karena kopi ini juga mengandung biji asli kopi pilihan yang dapat memberikan pengaruh semangat luar biasa bagi kita pada pagi hari. Seperti yang selama ini selalu kurasakan.
Kita mungkin sering mendengar adagium, "Senikmat apa pun minuman atau makananmu, akan jauh lebih nimmat rasanya bila dinikmati bersama teman." Adagium itu ada benarnya juga. Bahkan sangat pas bila kita bicara soal minum kopi. Karena itu, agar minum kopi kapal api bisa jelas lebih enak, maka aku selalu mengajak temanku untuk turut menikmatinya. Baik dengan cara membikin sendiri atau join (barengan).
Meminum kopi Kapal Api di sela-sela melakukan banyak aktivitas sudah menjadi kebiasaanku selama ini. Mulai dari aktivitas membaca, menulis, mengerjakan tugas, pekerjaan, ataupun aktivitas lainnya, traveling misalnya. Rasanya benar-benar beda. Nikmat. Dan membuatku semakin bersemangat. Ide-ide bermunculan. Obrolan, canda dan tawa juga semakin mengasyikkan.
Maka dari itu, sediakanlah selalu kopi Kapal Apiuntuk menunjang aktivitas sehari-hari Anda.
Kalau yang ini sungguh subjektif bagiku yang memang tergolong sebagai orang melankolis. Aku suka sekali menikmati kopi sambil duduk di tepi jendela kala langit sedang menumpahkan hujannya. Itu adalah momen puitik bagiku.Â
Tapi tidak menutup kemungkinan hal itu juga terasa di benak Anda. Nah, soal romantisme, kopi Kapal Api rasanya juga sangat mampu merepresentasikannya dan memang punya gairah yang sama. Kita bisa melihatnya dari iklan-iklan yang ditampilkan, selalu bernada keromantisan. Dan memang, kopi kapal api + romantisme menjadikan rasanya semakin jelas lebih enak.
Kelima, aku meminumnya sambil mensyukuri bahwa kenikmatan itu adalah dari-Nya. Aku juga selalu meminum kopi seraya mengucap terima kasih dalam hati kepada mereka yang telah menanam, merawat, dan menghidangkan sehingga kita secangkir kopi bisa kita sesap hari ini.Â
Ini mungkin juga akan terkesan subjektif dan religius. Tapi hal ini juga menjadi penting, mengingat rasa biji kopi yang telah kita nikmati merupakan ciptaan Tuhan dan ditanam, dirawat, diolah, dan disajikan dengan penuh cinta dan dedikasi oleh orang lain.Â
Nikmatilah secangkor kopi dengan rasa syukur kepada Tuhan dan terima kasih kepada mereka yang telah terlibat, sambil memejamkan mata, maka kenikmatannya akan jauh lebih terasa merasuk ke dalam jiwa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H