Bagi Pelatih Carter, performa Richmond yang sudah membaik belum dianggap sebagai kesuksesan tim saat persyaratan kontrak tim belum terpenuhi. Keputusan Pelatih Carter dengan mengunci lapangan menjadi kontorversi, sikap kontra dari anggota tim Richmond, orang tua murid, dan para guru kental dipertontonkan ke hadapan Pelatih Carter.
Momen lapangan dikunci menjadi awal plot klimaks film Coach Carter yang rilis pada tahun 2005 dan mendapatkan rating IMDb 7,3 tersebut.
Demi memotivasi timnya, akhirnya Pelatih Carter membeberkan mengapa dia menetapkan syarat kontrak tim harus mendapatkan rata-rata nilai akademis 2,3, dilarang bolos kelas, dan wajib duduk di barisan depan kelas saat pelajaran.
“Aku melihat sebuah sistem yang dirancang untuk menggagalkan kalian. Aku tahu kalian suka statistik, jadi akan kuberikan beberapa. SMA Richmond hanya meluluskan setengah dari muridnya.
Dan bagi mereka yang lulus, hanya 6% melanjutkan kuliah. Yang artinya, saat aku keluar dari sini dan melihat ruang kelas kalian, mungkin hanya akan ada 1 siswa yang akan melanjutkan kuliah. ‘Coach Carter, jika aku tidak kuliah, apa yang akan kulakukan?’ Itu pertanyaan bagus.
Jawabannya adalah bagi pemuda African-American di sini adalah kemungkinan besar penjara. Di daerah ini, 33% pria kulit hitam berumur 18-24 dipenjara. Jadi lihatlah pria di kiri kalian.
Lalu lihatlah pria di kanan kalian. Salah satu dari kalian akan masuk penjara. Tumbuh besar di sini, di Richmond 80% kalian akan berakhir di penjara daripada melanjutkan kuliah. Itulah faktanya.
Itu adalah statistik untuk kalian. Aku ingin pulang ke rumah dan lihatlah hidup kalian sekarang dan lihatlah hidup orang tua kalian dan bertanyalah, ‘Apakah aku ingin yang lebih baik?’ Jika jawabannya iya, aku akan menemui kalian di sini besok. Dan aku berjanji akan kubantu kalian sebisa mungkin untuk masuk kuliah dan menuju kehidupan yang lebih baik.”
Keteguhan sikap Pelatih Carter mengunci lapangan yang berarti tidak ada latihan dan pertandingan akhirnya menyadarkan anggota tim.
Seluruh anggota tim Richmond berkumpul di lapangan, duduk di masing-masing bangku sekolah yang dibawa dari kelas, siap dengan alat tulisnya, dan didampingi para guru kelas.