"Assalamu 'alaikum, Papah apa kabar? Sudah makan belum?" istri mengawali percakapan telepon tadi malam.
Selalu ada nada kekhawatiran yang terdengar dari sana.
"Wa 'alaikumussalam, alhamdulillah Papah sehat dan di sini baik-baik saja. Alhamdulillah juga sudah makan barusan," saya jawab semangat.
"Besok lusa kerja lagi dong? Gak berasa ya?" lanjut istri bertanya.
"Iya, insya Allah."
Gak berasa? Jujur agak bingung juga menjawab pertanyaan istri yang ini. Maksud dari kata ini mengacu pada kata pertanyaan, bukan pada istri, seakan ada istri yang itu, he he he ....
Lima hari libur kerja bagi sebagian orang akan terasa cepat berlalu, sedangkan bagi sebagian lainnya bisa saja sebaliknya. Bagi yang berstatus bulok (bujangan lokal), libur panjang mungkin sangat berasa lama ... ah, sudahlah tidak saya teruskan.
"Iya, gak berasa banget," dengan intonasi saya yang meyakinkan.
"Emang makan apa tadi?" kejar istri bertanya.
"Mie intant pake nasi ama telor rebus."
Beberapa minggu sebelum masuk bulan Ramadhan 1442 Hijriah, sebagai salah satu persiapan puasa, saya membawa rice cooker yang telah disiapkan baru oleh istri dari rumah. Tak hanya rice cooker, piring, mangkok mangkuk, sendok, garpu, sumpit, dan gelas pun disiapkan istri.
Untuk berbuka puasa memang banyak warung makan yang buka, tetapi untuk saurnya sahurnya jarang sekali yang buka. Dengan adanya rice cooker, jarangnya warung makan yang buka di waktu sahur bisa disiasati dengan membeli lauk di sore atau malam hari sebelumnya yang kemudian menjelang waktu makan sahur dihangatkan di rice cooker posisi warm. Ah ... bagi anak indekos atau bulok pasti sangat paham.
Tentunya fungsi utama rice cooker adalah untuk memasak nasi. Dengan 1 liter beras bisa untuk 6 kali makan atau lebih. Selain itu, bisa juga merebus air untuk membuat minuman teh dan kopi, bisa untuk merebus telor telur, bahkan merebus mie mi instan. Rupanya sesuai tulisan di kardusnya "Penanak Nasi Serbaguna." Ah lagi ... pasti banyak yang sudah paham juga.
Terlebih di saat hari Lebaran sampai dengan 3 hari setelahnya, keberadaan rice cooker sangat membantu karena masih banyak warung makan yang masih menutup diri.
"Papah ngapain aja di sana, BT gak?" mulai ke inti permasalahan nih pertanyaan istri.
Alhamdulillah, selain karena adanya rice cooker sehingga urusan perut ini lancar tak kurang suatu apapun, juga karena sinyal internet aman lancar jaya, menonton Youtube, menonton Tik Tok, kepoin status WhatsApp orang-orang yang sedang berlibur panjang, membaca, dan/atau menulis di Kompasiana menjadi rutin dilakukan setiap pagi, siang, sore, dan malam hari.
"Pah, Mamah udah baca juga tulisan Papah di Kompasiana yang judulnya 'Kapan Sih Kapoknya Sampean?'. Satu lagi yang judulnya 'Bangga dengan Derita? Naif Kenakalanmu, Kawan'. Di 2 tulisan itu, kayaknya Papah curhat ya? Keresahan hati Papah sangat terlihat di 2 tulisan itu. Emang curhat ke siapa sih, Pah? Papah berharap empati orang-orang ya? Jangankan berempati, belum tentu orang-orang sempat membaca atau mendengarnya, Pah."
"Pah, banyakin bersyukur aja. Yang penting kita semua sehat dan masih bisa bahagia. Bersyukurlah kita mengalaminya karena bisa bikin kita makin kuat dan dewasa.Â
Juga bukan hanya kita yang mengalaminya, banyak orang-orang sama nasibnya, suami terpisah jarak dengan istri dan anak-anaknya, bahkan banyak yang jauh lebih susah dari kita. Teman-teman Papah di tempat sebelumnya yang di pulau paling timur Indonesia dan tempat lainnya juga masih mengalami.Â
Doakan mereka Pah agar selalu sehat, selalu semangat, dan segera pindah ke tempat yang lebih baik. Jangan berharap empati apalagi janji orang, nanti malah bikin kita makin sakit dan kecewa. Rejeki dan waktu masing-masing orang beda, Pah. Jalani aja dengan santuy."
Ucapan Kang Mus Preman Pensiun kepada anak buahnya, "Kita pernah susah, habis itu senang. Mungkin kita harus susah sekali lagi, lebih susah dari waktu itu, supaya kalo kita nanti senang lagi ... bener-bener senang, kita bisa lebih menghargai kesenangan itu, lebih bersyukur. Kalo kita nanti ternyata lupa bersyukur, seenggaknya kita pernah punya kenangan pernah jadi orang susah."
Sungguh istri yang sholehah, yang selalu ada dan memberi support kepada suaminya. Sikap dan ucapan istri seperti inilah yang selalu membuat suami makin semangat jalani susah senangnya hidup. Istri yang juga selalu dapat menularkan hawa positif kepada anak-anaknya. Istri yang sudah di 2 tempat perantauan mutasi ikut menemani langsung, juga yang sudah di 3 tempat perantauan mutasi terpaksa harus terpisah jarak dengan suami.
Jangan kau cari yang sempurna menurutmu karena bisa jadi kau akan kehilangan yang nyata terbaik untukmu.
Hujan deras makin menebalkan suasana teduh saat mendengar lirik begitu indah yang keluar lembut dari mulut istri tercinta.
"Iya Sayang, makasih nasehat nasihat dan dukungan yang selalu Mamah berikan selama ini."
Alhamdulillah, secara pondasi tak ada kata menyesali dan mengutuk nasib yang ada, hanya terkadang luapan emosi sesaat. Semangat akan selalu ada. Insya Allah itu juga yang selalu ada pada rekan-rekan yang masih terpisah dari keluarga karena mutasi, khususnya yang masih tertinggal di pulau paling timur Indonesia. Teriring ucapan dan doa, "Tetaplah berikan yang terbaik, jangan 'hanya menanti giliran'. Semoga selalu semangat, sehat, bahagia, dan segera mendapat mutasi ke tempat yang lebih baik, aamiin."
Ucapan Kang Mus Preman Pensiun kepada para anak buahnya, "Dulu-dulu kita banyak salah, kita mungkin gak berkah. Sekarang pikiran kita sudah berubah. Kerja kita harus jadi ibadah. Bismillah."
"Ya udah Sayang, Mamah mau sholat Isya dulu. Papah di sana sehat-sehat ya dan tetap semangat. Sampai jumpa minggu depan, insya Allah kita luapkan rindu. Mamah sayang Papah," istri pamit mengakhiri percakapan telepon.
"Ok Sayang, terima kasih ya. Mamah dan anak-anak sehat-sehat juga ya di sana. Papah sayang Mamah, sayang Kakak, sayang Idam."
"Kakak sayang Papah, Idam sayang Papah, Papah semangat terus," anak-anak di sana bersamaan.
"Assalamu 'alaikum," istri dan anak-anak.
Dibalas, "Wa 'alaikumussalam."
"Mmmuaaah," kami berempat bersamaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H