Perempuan 2021
Oleh
Alin FM
Mengawali tahun 2021, saya mengawali dengan menulis. Menulis untuk seluruh perempuan yang berjuang di tengah pandemi specially untuk kaum ibu. Apakah kabar wahai bidadari surga? Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT dan selalu cantik dalam keimanan dan ketaqwaan.
Tahun 2021 masih dalam dekapan pandemi yang tak kunjung berakhir. Apalagi ditambah momen pergantian tahun, potensi klaster baru bisa terjadi. Banyak negara memilih lock down untuk menangani pandemic covid-19 walaupun dalam pergantian tahun.
Â
Tahun 2021, perempuan masih berjuang menggapai bahagia. Bukan hanya untuk dirinya, tapi untuk orang-orang yang dicintainya dan mencintainya. Menggapai bahagia dalam peran dan rutinitasnya. Menggapai bahagia di tengah ancaman ekonomi masyarakat yang kian terpuruk.
Dimasa pandemic covid-19 2021 ini, setiap perempuan memiliki perubahan terutama pola rutinitas keseharian. Bagi kaum ibu di masa pandemi tidaklah mudah. Dampak pandemic covid-19 banyak memukul perekonomian keluarga. Penghasilan keluarga berkurang di tengah kebutuhan yang semakin tidak bersahabat.
Tentunya ini juga menjadi dilema bagi perempuan khususnya para ibu yang harus tetap memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Kebutuhan rumah tangga yang semakin hari semakin meningkat, harus membeli kuota internet untuk kegiatan belajar online bagi anak-anak, belum lagi memikirkan kebutuhan lainnya.Â
Tak jarang para ibu kebingungan dan berujung depresi. Jelas sudah pada masa ini semakin berat tantangan yang harus dihadapi perempuan khususnya para ibu demi anak-anaknya.
Bukan hanya dalam mengatur kebutuhan keluarga, namun perempuan memiliki peran besar dalam mendampingi anak-anaknya untuk belajar dari rumah. Para ibu harus bisa menyelesaikan semua pekerjaan rumah dan setelah itu harus mendampingi anak-anaknya belajar. Karena anak memang butuh pendampingan terutama anak usia dini. Anak diusia ini masih membutuhkan pengawasan ekstra dalam setiap kegiatan yang dilakukan.
Di tengah keterpurukan ekonomi saat ini. Perempuan diseru untuk berdaya dalam bidang ekonomi  keluarga. Perempuan diajak untuk memikul beban ganda di pundaknya. Yang sejatinya beban ekonomi keluarga harusnya di pundaknya kaum Adam yaitu nafkah.Â
Tapi Isu kesetaraan gender dan perempuan berdaya membuat banyak perempuan tak banyak pilihan. Padahal itu menambah beban perempuan, yang harusnya fokus mengurus rumah tangga dan  mengasuh anak-anak.
Di tengah dilema perempuan akibat pandemic Covid-19 yang sudah memasuki tahun 2021, perempuan banyak mengalami kerentanan. kebijakan pemerintah untuk menangani pandemic ternyata malah membawa dampak negatif bagi perempuan di Indonesia. Salah satu contohnya adalah kebijakan pemerintah yang mengharuskan aktivitas keluarga dilakukan dari rumah.
Kebijakan tersebut telah membuat perempuan rentan mengalami kekerasan akibat beban beban pekerjaan rumah tangga yang berlipat ganda dan berkurangnya pendapatan keluarga yang berkurang sementara pengeluaran bertambah. Hal ini disebutkan dalam  kajian Komnas Perempuan dengan Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) yang dirilis pada 16 Oktober 2020.
Di Jakarta saja, Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH Apik) Jakarta mendapat 710 laporan kasus kekerasan terhadap perempuan selama pandemi COVID di Indonesia dari 16 Maret sampai dengan 23 November 2020, menurut LBH Apik dalam siaran persnya, Selasa (24/11/2020).
Bagaimana perempuan bisa bahagia? Jika kasus kekerasan masih menghampiri perempuan? Apa disebut bahagia jika perempuan mengalami kekerasan baik di ranah domestik maupun ranah publik?
Pemberdayaan ekonomi perempuan yang digadang-gadang hanya kamuflase. Alih-alih ingin membahagiakan perempuan malah memposisikan perempuan pada kerentanan dan kebimbangan. Perempuan diseru untuk menyelamatkan himpitan ekonomi keluarga. Padahal negeri ini kaya akan sumber daya alam. Tapi tidak membuat perempuan keluar dari himpitan ekonomi. Tidak membuat perempuan bahagia tengah kekayaan alam yang melimpah.
Krisis ekonomi perempuan yang terjadi di tengah pandemic  hanya menunjukkan kegagalan kapitalisme sekuler. Alur  partipasi perempuan dalam bidang ekonomi hanya untuk menutupi kerapuhan ekonomi Kapitalisme. Kesetaraan gender  selalu diarahkan agar perempuan ikut menghasilkan uang, bernilai secara materi dan bisa membuat perempuan bahagia. Namun bagaikan jauh panggang dari api. Kebahagiaan perempuan tak dapat diraih.  Yang lebih sering ditemui adalah dilema antara berada di rumah atau berdiri sebagai perempuan pencari uang. Meninggalkan perannya sebagai seorang ibu, mengejar kesetaraan dan kebebasan yang tidak pernah bisa membeli kebahagiaan.
Jelas sudah, aqidah sekulerisme dengan sistem ekonomi kapitalismenya dan sistem politik demokrasinya gagal membuat perempuan bahagia. Â Di tengah pandemic covid-19 atau di kondisi normal. Ini sangat kontras dengan sistem kehidupan Islam. Islam mendudukkan peran perempuan yang utama adalah sebagai seorang ibu (Al umm)dan manajer rumah tangga (rabbatul bait).Â
Perempuan bisa menikmati hidup di rumah dengan praktik resep masak sajian berselera, bercocok tanam, mendampingi anak bermain dan belajar menuntut ilmu didudukkan sebagai aktivitas mulia dan berbuah surga.Â
Di sinilah letak pemberdayaan perempuan dalam Islam, bukan karena materi tetapi karena peran vitalnya mendidik generasi pencetakbcalon pemimpin masa depan.
Krisis ekonomi akibat pandemic covid-19 juga tidak terjadi dalam sistem Islam. Di samping kekuatan ekonomi dalam sistem Islam, sistem kehidupan Islam tidak akan membiarkan pandemic ini berlarut-larut, apalagi berlanjut sampai pergantian tahun dan tidak tahu kapan akan berakhir.Â
Padahal Rasulullah shalallahu alaihi wa salam dan para Khalifah sesudah beliau telah mencontohkan bagaimana  menghadapi wabah mematikan dengan mengkarantina wilayah yang tertimpa wabah agar tidak menyebar ke luar wilayah. Niscaya, perempuan tidak akan mengalami efek domino dari kebijakan yang selalu menimbulkan masalah.
Pertimbangan karantina bukan karena masalah ekonomi, tetapi karena begitulah Allah SWT dan Rasulullah Saw memerintahkannya. Perempuan juga tidak akan pernah disuruh untuk ikut bertanggung jawab meningkatkan pendapatan ekonomi keluarga dan negara akibat gagalnya negara menangani wabah.
Sungguh indah Islam memuliakan perempuan.  Wabah terselesaikan dan  perempuan tetap dengan rutinitas fitrahnya. Sayangnya semua itu tak akan terjadi saat perempuan masih hidup dalam sistem Kapitalisme sekular dengan sistem politik demokrasi. Demokrasi Kapitalisme bukan jalan perempuan untuk bahagia.
Sungguh, tak ada yang lebih mengerti perempuan kecuali  Sang Maha Cinta, Allah SWT. Oleh karena itu aturan yang berlaku seharusnya yang berasal dari Dia yang menciptakan dan mencintai manusia termasuk perempuan. Hanya Islam sebagai sistem paripurna yang bisa membahagiakan perempuan. Perempuan bahagia, anak-anak pun bahagia.
Tahun 2021, akhiri penderita perempuan. Kita memasuki masa depan bahagia dengan Islam. Perempuan 2021 perempuan bahagia di dunia dan bahagia di akhirat. Perempuan layak bahagia dalam balutan cantiknya iman. Ayo perempuan raih bahagia mu dengan kehidupan Islam...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H