Mohon tunggu...
Danubrata Dadang
Danubrata Dadang Mohon Tunggu... Wirausahawan -

There's no speedway or shortcut, it's just breakthrough | Spend time with explore the horizon | dadangdanubrata@gmail.com | Line, Twitter, Skype, Instagram : danubratadadang | https://danubratadadang.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Salah Satu Kunci Kelarin Skripsi Itu Bernama Momentum

28 September 2015   10:58 Diperbarui: 28 September 2015   12:33 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tepat dua hari yang lalu, 26 September, merupakan hari yang bersejarah bagi saya. Gimana nggak? Perjalanan lima tahun kuliah akhirnya mencapai titik puncaknya.

Kemarin secara de facto dan de jure, saya lulus sidang ujian skripsi S1. Alhamdulillah.

[caption caption="w/ Ellyanasari S. Pd"][/caption]

Senang? Iya. Bersyukur? Banget.

Kok banget? Iya kalo diingat-ingat masa ngerjain skripsi sekitar satu tahun penuh dengan peluh dan nguras emosi.

What? Satu tahun? Kok selama itu? Mari dengarkan bapak peri cerita.

Iya, saya adalah mahasiswa angkatan 2010 di sebuah sekolah tinggi swasta di provinsi Lampung, ngambil jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Pada masa kuliah regular, semuanya lancar. Dari semester 1 sampai semester 7 berjalan cukup memuaskan. Dari mastama (masa taaruf mahasiswa) atau bahasa lainnya ospek, Praktek Pengabdian Masyarakat (PPM), Praktek Perkuliahan Lapangan (PPL), dan kegiatan lainnya berjalan oke-oke saja.

Nah, pas semester 7 mendekati akhir sebenarnya saya sudah mengajukan judul skripsi, dan secara resmi dapat SK pada Januari 2014. Memasuki semester 8 ada sedikit silap ngatur susunan mata kuliah. Seharusnya pada semester ini sudah lowong, masih harus diisi satu mata kuliah, yaitu Cross Cultural Understanding (CCU).

Semester 8 start bulan Maret 2014 dijalani dengan lapang dada, selapang stadion sepakbola. Lebar dan dipenuhi rumput, iya rumput-rumput malas. Malasnya menjalar, bukan cuma untuk datang kuliah, tapi juga untuk ngegarap skripsi.

Disisi lain, banyak teman-teman seangkatan sudah ngegarap skripsi. Sudah bimbingan, seminar proposal (skripsi), penelitian skripsi, bahkan ada yang di bulan Februari 2014 sudah sidang ujian skripsi. What a cruel university world! Kejam banget ya dunia perguruan tinggi, nggak ada setunggu-tungguan, nggak ada lulus bareng. Haha *ngelus dada*

Skripsyetan Sindrome malah tambah menjadi. Bukan mulai ngegarap, saya malah asyik dengan kerjaan lain. Selain ngurusin toko pribadi yang masih tahap belajar wirausaha, kerjaan lain sebagai freelance tour guide juga bikin terlena.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan. Teman-teman seangkatan makin banyak yang lulus. Lah saya masih ngejogrok dalam ombang-ambing pusara Skripsyetan.

Di kampus-kampus lain ada yang wisuda setahun dua kali, atau setahun empat kali. Sementara di kampus cuma wisuda setahun sekali, yaitu setiap bulan Desember. Dan mungkin, bisa jadi karena ini saya jadi ngerasa de-motivasi. Motivasinya belum muncul jadi banyak nyantainya bahkan cenderung nyepelein.

Momentum Pertama

Awal September 2014 saya mulai ngelangkah dengan tertatih. Ngumpulin sumber-sumber bacaan. Banyak tanya dengan yang sudah ngegarap, terutama yang sudah lulus. Momentum pertama ini cukup ngatrol motivasi saya. Saya pun nggak nyangka ternyata asal niat dikerjain, skripsi bisa cepat digarap. Bab 1-3 babat habis, bimbingan ke rumah dosen yang jaraknya 30 km dari rumah saya pun dijabanin (60 km pulang pergi). Dan tepat 20 September 2014 saya seminar proposal.

Pasca seminar saya langsung ‘kabur’ karena ada agenda besar menanti, yaitu International Youth Peace Fest di Chandigarh, India. Sebuah konferensi yang mempertemukan pemuda-pemuda tingkat dunia dengan fokus pembahasan perdamaian dunia, kriminal, dan hak-hak wanita dan anak.  Terus, sepulangnya dari India masih dalam kondisi semangat, jadi langsung penelitian skripsi per tanggal 13-23 Oktober 2014.

Deadline pendaftaran yudisium untuk wisuda sendiri terakhir 15 November 2014. Jadi masih ada waktu sekitar tiga minggu untuk kelarin bab 4 dan 5 sekaligus sidang skripsi. Tak dinyana, ternyata dapet ujian yang cukup untuk ngeruntuhin motivasi.

Saya ‘kecelakaan’ kecil  tapi cukup fatal. Cuma jatuh (terkilir) dari trotoar dan efeknya kaki kanan saya bengkak, untung nggak patah. Mungkin sedikit geser engselnya yang cukup membuat saya jalan terkencot-kencot dengan bantuan tongkat.

Sekitar dua mingguan kaki saya baru bisa pulih dan jalan, deadline pendaftaran tinggal satu minggu. Momentum itu benar-benar hilang. Skripsyetan Syndrome datang lagi. Saya angkat bendera putih. Wassalam.

Jauh sebelum terkilir itu saya memang ngerencanain (kalau setelah pendaftaran yudisium) untuk perayaan wisuda non-official di puncak gunung. Dan tepat 30 November 2014 saya wisuda-wisudaan di puncak gunung Rinjani, Lombok dengan ketinggian 3.767 mdpl. Konyol sih tapi nggak apa-apalah, ngehibur hati yang nggak jadi ikut wisuda Desember 2014. Haha

[caption caption="Kiri Atas : Bersama Fiona Callaghan, Presenter Plesir MNCTv dan Finalis Puteri Indonesia 2009"]

[/caption]

 

Momentum Kedua

Setelah berbulan-bulan berkubang dalam lumpur kenistaan, eh maksudnya lumpur malas, pertengahan Maret 2015 saya tiba-tiba dihubungin pembimbing untuk cepat-cepat garap lagi skripsi. Nggak butuh lama, bab 4-5 langsung bimbingan. Sudah dua kali menghadap pembimbing, ‘jeda’ datang lagi.

Akhir Maret tiba-tiba saya dapat proyek tour guiding yang menggiurkan. Awal April berangkat untuk memandu perjalanan bapak-ibu parlente. Profitnya pun lumayan masuk kantong. Ditambah lagi sekitar tanggal 20-an April ada lagi tugas sebagai tour guide selama sembilan hari.

Tapi proyek ini nggak berbanding lurus dengan proyek skripsi saya. Keasyikan dengan mengais rezeki, momentum saya redup lagi.

Momentum Ketiga

Awal Agustus 2015 saya kembali ‘digojlok-gojlokin’ dengan pembimbing. Baru kali ini dosen yang pro-aktif dengan mahasiswanya. Setelah menghadap beliau, semangat tumbuh lagi. Tapi urung garap bab 4-5 yang terkatung-katung.

Satu bulan terasa cepat, September sudah datang. Rasanya pengen nyanyi seperti Billie Joe Amstrong, Wake Me Up When September Ends. Pengen tiba-tiba tersadar tau-tau sudah akhir September. But it non sense.

Kebetulan saya ketemu dengan Kaprodi Pendidikan Bahasa Inggris yang dulunya kuliah juga, tiga tingkat diatas saya. Jadi kami ngobrolan santai, ujung-ujungnya tetap,  nge-press saya untuk nyelesaiin skripsi. Dan juga dikompor-kompori karena deadline sidang skripsi terakhir bulan September 2015 ini kalau pengen didaftarin ke Kopertis Wilayah Sumbagsel sebagai peserta wisuda terdekat –Insya Allah, Desember 2015-.

Ya sudah deh, jadi mau nggak mau, bisa nggak bisa harus sidang skripsi bulan ini. Mumpung momentumnya lagi on, mumpung saya dapat momentum lagi, jadi nggak mau sia-siain kesempatan ini.

Juga karena saya punya satu rekan yang senasib. Sama sama angkatan 2010 yang semasa kuliah satu kelas terus, pembimbing pertama sama. Dan inisial nama sama, D, namanya Dede Tiral. Bersama dia, kami berdua bersama ngarungin beratnya dunia skripsi.

Berkas sidang kami masukkan bersama didetik akhir pendaftaran. Dan jadwal sidang keluar tanggal 26 September. Huft… Lega juga dapat jadwal.

Karena setahun ‘ngilang’ pasca seminar, jadi bahan-bahan skripsi yang di memori otak saya berserakan dimana-mana. Memang kemampuan untuk hitung-hitungan dan angka bisa dibilang lemah. Jadi rumus-rumus di bab 4 bisa bikin kejang-kejang. Begitupun statistika dan metodologi penelitian cukup buat otak saya ngebul.

Tanggal 25 jadi hari persiapan terakhir, bahkan sampai dini hari tanggal 26-nya buat slide presentasi materi sidang skripsi, cross-check kalau-kalau ada yang kurang atau ketinggalan dan memahami lagi materi skripsi yang kami buat sendiri.

Hari H tiba, deg-degan, grogi, cemas. Semuanya campur aduk. Dan saya dapat giliran urutan ketiga dari delapan mahasiswa yang sidang skripsi.  Bagian ini nggak perlu saya tulis deh, cukup miris kalo diceritain.

Kami berdelapan selesai jam 1 siang dan harus nunggu sampai setengah 4 sore untuk pengumuman. Tepat 15.30 kami mendapatkan hasil sidang, saya pun nggak kuasa megang map yang berisi kertas nilai.

Saya nggak tau apa yang bisa buat saya dapat nilai 81,23 alias A. Padahal performance sidang tadi bisa dibilang under expectation. Tapi ini bagian dari rencana Allah, tugas saya sebagai hamba-Nya, menerima dan bersyukur.

Sempat hampir nangis, sekaligus ngerasa lega dari beban dipundak yang kerasa beratus-ratus kilogram bab 1 sampai bab 5 yang ditahan selama satu tahun. Gilak! Gini ya rasanya kelar pendidikan tinggi.

[caption caption="Bersama Kaprodi Pendidikan Bahasa Inggris, rekan sidang bersama, dan rekan supporter."]

[/caption]

Terimakasih untuk pembimbing pertama saya, ibu Nur Isnainiyah S. Pd, M. Ed. Pembimbing kedua, mr. Sigit Suharjono S. Pd, M. Pd. Penguji utama, bapak Dr. Badawi S.H, M. Pd.

Ucapan salut dan good job untuk rekan seperjuangan Dede Tiral S. Pd, beserta rekan sidang bersama, Awarinti Sari S. Pd, Ellyanasari S. Pd, Ervina Tri Wahyuni S. Pd, Wakiah S. Pd, Shinta Marleni S. Pd, Depita Sari S. Pd. Kalian luar biasa!

Ini bukanlah akhir, tapi awal untuk memulai hidup baru. Ini adalah milestone, batu loncatan dalam hidup untuk mencapai hidup yang lebih gemilang.

Ijazah bukan tujuan utama saya. Ijazah sebagai akumulasi dari perjuangan. Yang utama adalah saya nggak nyangka bisa juga ngebunuh ego untuk nyelesaiin strata satu. Maklum, di keluarga besar, saya adalah sarjana pertama. Jadi cukup membanggakan bagi saya.

Saya merasa belum apa-apa, masih banyak rekan lain, orang lain jauh lebih hebat baik pencapaian akademik maupun non akademik. Juga banyak saudara lain yang berprestasi luar biasa baik tingkat nasional maupun internasional.

Disisi lain saya juga bersyukur karena bisa menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi. Karena nggak semua orang punya kesempatan yang sama. Baik yang terkendala financial dan sebagainya, ataupun yang skripsi nggak kelar-kelar/kena drop out.

Dengan pengalaman diatas, hikmah-hikmahnya :

  • Momentum terkadang memang datang sendiri, tapi lebih banyak datang dengan kita yang menciptakannya.
  • Ketika momentum sudah dapat, babat habis, jangan kasih ampun! Selesaikan apa yang sudah dimulai.
  • Terkadang kita memang butuh rehat ketika memikul beban di pundak. Tapi setelah itu pikul kembali beban sampai kita tiba ditempat tujuan.

Semoga saudara-saudara yang sedang/akan proses skripsi bisa segera nuntasin tugas akhir ini. Yang belum berkesempatan duduk di perguruan tinggi, semoga saudara juga berdaya nyicipin kuliah sampe tuntas ;)

Bye, Skripsyetan!!!

Lampung, 28 September 2015

Danubrata

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun