Mohon tunggu...
Danura Lubis
Danura Lubis Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Isi Hati dan Pikiran

Ketika Kau Ingin Sesuatu, Maka Inginkanlah Prosesnya! Bukan Jadinya!

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Pentingnya Sebuah Kapasitas Dalam Pidato Ahok

30 Oktober 2016   12:52 Diperbarui: 30 Oktober 2016   13:12 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pakar tafsir Indonesia, Prof Quraisy Shihab pernah menyampaikan, bahwa 'awliya' adalah bentuk jamak (plural) dari kata 'wali'. Dalam bahasa Arab, 'wali' pada dasarnya bermakna dekat. Coba kita artikan masing masing dari kata 'wali' dibawah ini:
Wali Allah, wali nikah, walikota, wali murid. Apakah semua kata 'wali' disini bisa diartikan dengan satu makna saja?

Tentu tergantung dari kata sesudahnya dan dari segi konteks kalimatnya pula. Sehingga makna dari masing masing kata tersebut menjadi:
Wali Allah: hamba yang punya hubungan dekat dengan Allah, wali nikah: orang yang mempunyai hak untuk menikahkan seorang wanita dengan seorang pria, walikota: orang yang dekat dengan warga kotanya dan bertanggung jawab atas kota tersebut, wali murid: orang yang diberi tanggung jawab sebagai pengganti orang tua mengurusi para murid selama di sekolah.

Oleh karena itu, tidak heran bila Prof Quraisy Shihab lebih senang mengartikan kata 'awliya' dalam al-Maidah ayat 51 sebagai terjemahan aslinya saja yakni tetap 'awliya'.
Bagaimana jika ada yang mengartikan kata 'wali' sebagai pemimpin? Tentu tidak salah pula dan memang bisa saja diartikan demikian. Seperti 'walikota' diartikan sebagai pemimpin sebuah kota.

 

Ketiga, dalam menafsirkan ayat al-Qur'an tentu tak bisa dipisahkan dengan asbabunnuzul (background) atau latar belakang mengapa ayat tersebut diturunkan. Mengetahui asbabunnuzul sebuah ayat sangat penting dalam ilmu tafsir. Hal ini agar penafsiran ayat tersebut tidak mengalami kesalahan.
Mari kita bahas latar belakang mengapa ayat 51 ini turun kepada umat muslim kala itu.

Konteks ayat tersebut ialah dalam situasi peperangan. (Penjelasan mengenai asbabunnuzul ini penulis kutip dari situs www.fiqhmenjawab.net)
Dalam Tafsir Al-Thabari dan Tafsir Ibnu Katsir disebutkan, para ulama tafsir berbeda pendapat tentang asbabun nuzul QS 5;51. Satu riwayat menuturkan, turunnya ayat tersebut berkaitan dengan Perang Uhud. Dalam situasi kekalahan, ada prajurit muslim yang bermaksud meminta perlindungan kepada kaum Yahudi dan Nasrani. Lalu turunlah larangan menjadikan Nasrani dan Yahudi sebagai awliya.

Menurut riwayat lain, ayat tersebut turun saat Perang Khandaq, ketika Nabi dan kaum muslim dikepung kaum kafir Quraisy. Sahabat Nabi bernama Ubadah bin Shamit yang punya kedekatan dengan kaum Yahudi menawarkan bantuan tentara dari sekutunya kepada Nabi. Abdullah bin Ubay bin Salul juga menawarkan hal yang sama. Maka turunlah teguran dari Tuhan untuk tidak beraliansi dengan Yahudi dan Nasrani. Dan kemudian terbukti kabilah Yahudi Bani Quraidzah bersekongkol dengan kafir Quraisy memerangi umat islam. Tetapi Abdullah bin Ubay tetap mempertahankan aliansinya dengan kaum Yahudi, sambil seakan-akan tetap setia pada Nabi. Loyalitas mendua seperti ditunjukkan Abdulah bin Ubay ini dikecam keras oleh Al-Quran sebagai munafiqun (QS: 142- 144).


Sementara, As-Saddi menye­butkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan dua orang lelaki. Salah seorang dari keduanya berkata kepada lainnya sesudah Perang Uhud, Adapun saya, sesungguhnya saya akan pergi kepada si Yahudi itu, lalu saya berlindung padanya dan ikut masuk agama Yahudi bersamanya, barangkali ia berguna bagiku jika terjadi suatu perkara atau suatu hal. Sedangkan yang lainnya menyatakan, Adapun saya, sesungguhnya saya akan pergi kepada si Fulan yang beragama Nasrani di negeri Syam, lalu saya berlindung padanya dan ikut masuk Nasrani bersamanya. Maka Allah Swt. berfirman: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi awliya kalian(al-Maidah: 51).

 

Keempat, berkenaan dengan klarifikasi Ahok di hadapan wartawan saat ditanya tanggapannya soal dugaan penistaan tersebut dan kemudian disusul oleh permintaan maafnya kepada umat Muslim Indonesia karena telah menimbulkan reaksi keras di masyarakat. ia mengatakan, bahwa ia sama sekali tidak bermaksud melecehkan ayat Qur'an.


Yang dimaksud saat itu ialah orang orang yang memakai ayat tersebut untuk tujuan politik. Ahok mengaku bahwa ia pernah mendapat penjelasan soal ayat itu. Dimana dijelaskan bahwa yang dilarang dalam ayat itu adalah menjadikan non Muslim sebagai sahabat atau kawan karib, bukan sebagai pemimpin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun