Berbagai komentar bernada kecaman dan kekecewaan pun ditujukan kepada RCTI dan iNews. Bahkan tak sedikit menyerukan untuk memboikot kedua stasiun televisi tersebut.
Bercermin pada kasus taksi konvensional
Apa yang terjadi pada RCTI dan iNews  mengingatkan kita pada kejadian beberapa tahun silam saat perusahaan taksi konvensional bereaksi atas kemunculan transportasi online yang menjamur dan meramaikan pasar transportasi umum.
Kehadiran transportasi online ini meruntuhkan stigma taksi konvensional yang identik dengan argo mahal sehingga tidak dapat diakses oleh konsumen menengah ke bawah.Â
Transportasi online juga memiliki kelebihan teknologi sehingga jaringan lebih luas dan bisa diakses di manapun karena diatur oleh sistem yang menghubungkan konsumen secara langsung dengan pengemudi terdekat di area sekitar konsumen berada.Â
Segala terobosan yang diberikan oleh transportasi online dengan cepat menggerogoti pangsa pasar perusahaan taksi konvensional dan menjadi ancaman bagi keberlangsungan bisnis mereka. Penumpang menurun, kinerja perusahaan merosot, dan saham pun ikutan anjlok. Â
Perusahaan taksi konvensional meradang. Mereka menyorot kehadiran transportasi online yang dinilai belum jelas legalitasnya dan tidak mengikuti regulasi yang berlaku.Â
Transportasi online dinilai tidak membayar pajak sehingga bisa memasang tarif murah. Mereka menuntut kesamaan regulasi diberlakukan kepada transportasi online dengan dalih kompetisi harus berjalan sehat.
Reaksi ini berbuntut panjang. Para pengemudi taksi konvensional berdemo dan menuntut agar transportasi online tidak diizinkan beroperasi. Bahkan dalam melakukan aksi protesnya, para pengemudi taksi melakukan sweeping terhadap kendaraan-kendaraan yang diduga sebagai transportasi online dan melarang mereka mengangkut penumpang. Para pelanggan transportasi online sampai dibuat ketakutan.
Namun apa yang terjadi kemudian? Reaksi tersebut menjadi backfire atau senjata makan tuan bagi reputasi perusahaan. Konsumen sudah keburu jatuh cinta dengan transportasi online yang dinilai memberikan alternatif lebih menguntungkan.Â
Konsumen diibaratkan dipaksa putus cinta dan harus menjalani hubungan backstreet agar tidak kena sweeping.Â