Hal inilah yang mendasari pernyataan reflektif di atas, benarkah pemilu itu pesta rakyat, atau jangan-jangan hanya elit yang berpesta dan rakyat hanya menjadi penonton?
Apakah ketika partai A koalisi dengan partai B, maka otomatis rakyat atau pendukungnya juga akan langsung berkoalisi?
Tentu persoalan koalisi antara elit dengan masyarakat bawah tidak serta merta selaras, karena bisa jadi kepentingan maupun persoalan yang muncul juga berbeda.
Belum permanennya koalisi antar partai hingga saat ini tentu menjadi tantangan, padahal pemilu 2024 kurang dari setahun lagi.
Ketika bangunan koalisi hingga kini belum pasti, maka bagaimana nantinya akan melakukan sosialisasi kepada masyarakat di bawah?
Apakah kemudian rakyat "terpaksa" harus menerima keputusan koalisi tanpa diminta pendapatnya, padahal mereka juga merupakan pemegang hak suara atau voters?
Memang ada yang berkata bahwa hasil survey oleh lembaga survey menjadi bentuk salah satu partisipasi rakyat untuk memberikan pendapatnya.Â
Akan tetapi, survey tersebut hanya memberikan gambaran awal tentu dibutuhkan pula saluran lain sebagai bentuk partisipasi lainnya bagi rakyat dalam menyuarakan aspirasinya.
Pemilu seharusnya bukan hanya memilih tokoh berdasarkan popularitas semata saja.
Akan tetapi, ide atau visi apakah yang diusung nantinya jika mereka terpilih, ini yang seharusnya juga dilakukan survey kepada masyarakat.
Berharap di waktu-waktu saat ini, koalisi antar partai politik segera terbentuk dan bukan menjelang akhir pendaftaran capres dan cawapres.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!