Mohon tunggu...
Ali Mahfud
Ali Mahfud Mohon Tunggu... Guru - Pemerhati pendidikan, politik, sepak bola, dan penikmat es kelapa muda

Alam butuh keseimbangan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guru Lucu dan Inspiratif, Pendekar Tangan Kosong

18 November 2019   19:50 Diperbarui: 18 November 2019   19:57 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku  belajar melucu dari beliau. 

Pembawaan, gaya mengajar dan ketulusannya mendidik sampai saat ini masih tergambar jelas. 

Beliau guru yang suka menipu. Maksudnua tampilan dan gayanya menipu.

Beliau seperti guru yang tak tahu apa-apa. Setiap mengajar jarang membuka buku. Tapi dia hafal betul sampai di mana materi di pertemuan terakhir yang ia ajarkan. 

Sembari memperhatikannya, aku selalu bertanya-tanya, bagaimana mungkin orang ini ingat apa yang ia ajarkan minggu lalu? 

Sementara ada banyak kelas yang ia ajarkan untuk mata pelajaran yang sama. 

Sementara kami saja lupa apa yang sudah ia ajarkan.

Sementara dia sendiri tidak pernah membuka halaman berapa materi yang ia ajarkan?

Sementara .... Banyak sementara sementara lainnya.

 Begitula ia, pendekar tangan kosong. Pendekar yang tak pernah membawa senjatanya ketika berperang. Namun, semua pertanyaan dari siswanya berhasil ia jawab dengan gamblang. 

Ia bahkan sering menantang kami untuk memberikan pertanyaan yang paling sulit. Pertanyaan yang sekiranya tidak bisa beliau jawab. 

Tapi tantangan itu tak pernah bersambut. Beliau terlalu pintar untuk otak kami yang merayap senyap.

Selain cerdas dan menguasai materi yang ia ajarkan, beliau juga lucu. Bahkan suka melucu. 

Pernah suatu hari ia memotong kumisnya sebagian dan hanya menyisakan bagian tengahnya saja. 

Mirip pemain srimulat. 

Dengan PDnya ia masuk ke tiap kelas. Sudah bisa ditepak, semua siswa menyorakinya. 

Tapi ia tak marah. 

Tak juga dendam. 

Kami tahu ia lucu. 

Kami tahu ia sedang melucu. 

Dan itu berhasil membuat kami terpingkal-pingkal.

Tapi entah kenapa esoknya ia babat habis sisa bulu kumisnya hingga bersih tak bersisa. Sampai saat ini, itu masih menjadi misteri.

Memasuki tahun ketiga kupikir bakal rugi telah gagal masuk kelas IPA. Dengan berat hati kumasuk kelas IPS 1. Kami tak tahu siapa wali kelas kami sampai beliau masuk di awal semester kami duduk di kelas tiga. Beliau tunjuk satu-satu anak-anak yang punya riwayat buruk ketika masih di kelas Dua dan Satu. 

Kami tertawa. 

Bukan karena lucu. 

Itu bentuk pengakuan kami atas tuduhannya yang tidak meleset. 

Dan entah kenapa, kelas kami yang diisi oleh eks pembangkang di kelas Satu dan Dua berubah menjadi anak-anak penurut di bawah asuhannya. Hanya sekali dua saja kami masih suka iseng membuat ulah, terutama pada guru yang monoton dalam mengajar.

Sejak itu aku menyesal pernah berharap masuk kelas IPA.

Satu tahun belajar, tibalah pengumuman kelulusan. Setiap anak harus mendatangkan walinya untuk mengambil amplop berisi pengumuman apakah lulus atau tidak. 

Orang tuaku tak bisa hadir, maka kuminta kakakku yang juga alumni sekolah yang sama untuk hadir. 

Ketika namaku dipanggil masukklah aku bersama kakakku. 

Kami berdua duduk menghadap beliau. 

Dan tersentak aku ketika beliau memujiku. Padahal selama setahun belajar di bawah bimbingannya tak sekalipun aku masuk peringkat 10 besar. 

Rupanya diam-diam ia memperhatikan siswanya yang biasa-biasa saja sepertiku.

Kurang lebih sepuluh tahun kemudian aku resmi diangkat sebagai guru. 

Dan aku memutuskan menjadi dirinya, guru yang lucu, menyenangkan tapi menguasai medan pertempuran dengan tangan kosong. Meski sampai saat ini aku masih gagal.

Selamat jalan guruku.

Selamat jalan inspirasiku.

Amal jariahmu akan terus ada sampai aku dan teman-temanku menyusulmu ke alam sana.

*Tulisan ini saya persembahkan untuk Alm. Faizin, MSi, guru Sosiologi sekaligus wali kelas semasa di MAN Pemalang angkatan 2003.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun