Bukan tidak mungkin hal yang sama bisa terjadi. Itu sebabnya sebelum obral ke investor, pemerintah harus lebih dulu menyelesaikan masalah masyarakat sekitar yang terkena langsung dampaknya.
Jangan sampai pemerintah memberikan privilese kepada konglomerat tapi masyarakat sekitar melarat karena kesenjangan yang tercipta.
Golden visa
Selain obral HGU IKN dan HGB, pemerintah juga membuat terobosan baru yaitu golden visa. Dalam peluncurannya, pelatih Timnas Indonesia yaitu Shin Tae-yong dan Sam Altman menjadi orang pertama yang mendapatkan golden visa.
Golden visa adalah keistimewaan yang diberikan kepada investor asing untuk mendapatkan visa tinggal dalam jangka 5-10 tahun. Untuk bisa mendapatkan golden visa harus berinvestasi di Indonesia.
Bagi perseorangan yang dengan jangka waktu 5 tahun, orang asing yang ingin mendirikan perusahaan harus berinvestasi sekitar Rp. 35 miliar. Sementara untuk jangka 10 tahun, orang asing atau perseorangan yang ingin mendirikan perusahaan harus berinvestasi sekitar Rp. 76 miliar.
Sementara itu, bagi perusahaan atau korporasi untuk jangka waktu 5 tahun harus berinvestasi sekitar Rp. 380 miliar. Untuk jangka waktu 10 tahun nilai investasi adalah Rp. 760 miliar.
Selain diberi jangka tinggal yang cukup lama, pemerintah juga memberi keistimewaan lain yaitu para investor ini akan mendapatkan hak atas tanah di Indonesia.
Hak yang berpotensi dipunyai warga negara asing tersebut antara lain Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, Hak Guna Usaha dan hak atas tanah lainnya seperti yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.
Di sisi lain, penerapan golden visa harus hati-hati. Jangan sampai Indonesia menjadi negara tempat money laundry yang jelas tidak menguntungkan.Â
Adanya investor asing yang membeli properti bisa menimbulkan lonjakan harga. Tentu hal itu membuat warga lokal sulit mendapatkan hunian karena mahal.
Di sisi lain, negara Eropa justru mulai menghapus golden visa. Spanyol merupakan salah satu contoh bagaimana mahalnya properti membuat warga lokal sulit memiliki rumah sendiri.