Hal yang sama juga datang dari IKN. Anggaran IKN sendiri ditaksir Rp. 466 triliun. Tentu tidak baik jika semua anggaran itu diambil dari APBN. Dalam kurun waktu 2022-2024, pemerintah telah mengalokasikan dana hingga Rp. 71,8 triliun.
Sisanya, pemerintah tentu berharap dari para investor. Untuk menarik investor masuk, pemerintah kembali membuat kebijakan berupa HGU IKN 190 tahun, HGB 160 hingga golden visa. Lalu, efektifkah?
Obral HGU dan HGB IKN
IKN merupakan proyek mercusuar pemerintahan Jokowi. Dalam perkembangannya, pembangunan IKN tak lepas dari kritik. Mulai dari penyusunan undang-undang yang kilat hingga menyerap APBN.
Dari sisi regulasi, IKN terbilang cepat. Bahkan UU IKN sendiri sudah diubah guna menarik investor asing. Di dalam aturan lama, tidak diatur secara rinci terkait HGU. Akan tetapi, di dalam aturan terbaru sudah diatur lebih rinci.
Hal itu bisa dilihat dalam Pasal 16 A Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023 yang mengatur HAT sebanyak 95 tahun dalam satu siklus dan dapat diperbarui pada siklus kedua sebanyak 95 tahun.
Untuk melaksanakan ketentuan tersebut, Presiden Jokowi lalu mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2024 yang mengatur jangka waktu HGU hingga 190 tahun.
Pemerintah sendiri menekankan jika pemberian HGU sebanyak itu memang ditujukan guna menarik investor. Tentu dengan adanya aturan ini para investor diberikan karpet merah. Selain HGU, Hak Guna Bangunan (HGB) pun diobral hingga 160 dengan skema yang sama.
Jika kita mengacu pada UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UU PA), jangka waktu HGU adalah 25 tahun. Untuk sektor usaha tertentu adalah 35 tahun dan dapat diperpanjang 25 tahun. Di sisi lain, HGB di Pasal 35 UU PA maksimal adalah 30 tahun.
Padahal, nilai HGU sebanyak 95 tahun itu sama saja dengan nilai HGU di UU PA yang dirapel alias konsesi di muka. Dalam putusan Mahkamah Konstitusi No.21-22/PUU-V/2007. Pemberian konsesi di muka dinyatakan inkonstitusional alias melanggar UUD 1945.
Dalam aturan terbaru, kata "satu siklus" pada intinya bermakna sama dengan konsesi di muka sekaligus. Itu artinya, pemerintah telah mengabaikan amanat reforma agraria. Padahal konflik agraria acapkali meletus karena masalah HGU.Â
Hal ini pernah saya temui ketika di Cilawu. Di mana saat itu para petani di Cilawu terlibat bentrok dengan perkebunan teh karena masalah HGU. Konflik agraria semacam itu terjadi karena sering mengabaikan hak-hak masyarakat adat.