Melihat pernyataan sang pelatih, saya sendiri ikut terenyuh dengan kondisi itu. Garuda Pertiwi bak turun ke medan perang dengan senjata sendok dan garpu. Sementara lawan sudah dibekali senjata yang jauh lebih canggih.Â
Liga Putri ke Mana?Â
Seingat saya, Timnas Putri dalam beberapa kejuaraan selalu menjadi lumbung gol. Entah di kompetisi ASEAN atau Asia. Mengapa ini bisa terjadi?Â
Tentu jawabannya simpel, yaitu tidak ada Liga Putri. Bayangkan saja, pemain bisa mendapatkan jam terbang lewat kompetisi reguler. Dari situ, sentuhan mereka akan terus terjaga dan stabil.Â
Lalu, bagaimana pemain bisa mendapatkan itu semua jika liga saja tidak ada? Maka jangan heran jika Garuda Pertiwi selalu menjadi lumbung gol karena kurangnya menit bermain di kompetisi lokal.Â
Jika kita ingat kembali, terakhir kali kita memiliki Liga Putri adalah tahun 2019! Setelah itu tidak ada lagi. PSSI seolah-olah hanya peduli pada pembinaan sepak bola pria dan mengkerdilkan sepak bola wanita.Â
Di tangan Erick Thohir pun entah kapan Liga Putri akan bergulir. Erick berujar Liga Putri belum bisa bergulir tahun 2024 dengan alasan ingin ada kompetisi yang berkelanjutan.Â
Langkah awal yang diambil ialah dengan membentuk fondasi timnas saat ini. Pertanyaan mendasarnya adalah darimana PSSI mendapatkan pemain jika liganya tidak ada?Â
Seharusnya untuk membentuk timnas yang kuat dengan menjalankan liga lebih dulu, bukan dibalik.Â
Jika dibandingkan dengan negara lain di ASEAN, liga putri kita teringgal jauh. Bahkan kalah dari Timor Leste.Â
Sejauh ini, Thailand dan Philipina menjadi dua negara yang memiliki wadah untuk itu. Di duna negara itu, setidaknya ada 10 klub yang berpartisipasi.Â
Jadi, jangan heran jika kita dibantai Philipina di laga perdana karena mereka sudah memiliki kompetisi reguler.Â