Peforma itulah yang membuat Sananta digadang-gadang akan menjadi striker masa depan kita. Di sisi lain, masih ada striker musa lain seperti Hokky Caraka.Â
Hokky sudah bermain 20 kali dan baru menciptakan 3 gol. Lalu, bagaimana dengan Dimas Drajad? Dimas bermain 15 kali bersama Persikabo dan belum mencetak sebiji gol pun.Â
Tiga striker timnas kita tidak ada satupun yang menjadi top skor musim ini. Mereka seakan kalah saing dari pemain asing. Di luar tiga pemain itu, sulit rasanya mencari striker lokal yang bermain reguler di Liga 1 musim ini.Â
Tentunya manajemen setiap klub juga memiliki target. Itu sebabnya pelatih lebih memilih striker asing dibanding lokal. Jadi, di Liga 1 sendiri jarang yang memakai striker lokal.
Tak hanya lini depan, posisi lain seperti bek dan gelandang diisi oleh pemain asing. Pemain lokal biasanya hanya menempati posisi penyerang sayap. Jadi, jangan heran jika timnas kita kurang pada posisi-posisi itu karena kerap dihuni oleh pemain asing.Â
Bahkan, saat ini sektor penjaga gawang pun mulai diisi oleh pemain asing. Persib dan Bali United yang menjadi tim papan atas memakai jasa kiper asing. Masih ada klub lain seperti Arema, PSS Sleman, hingga Dewa United.Â
Maka, rasanya aneh jika ada yang menyebut "STY hanya membawa striker papan bawah" toh faktanya hampir semua klub Liga 1 lebih memilih striker asing.Â
Jika ada lokal, itupun dibuat sebagai cadangan, bukan utama. Jadi, terkait minimnya striker jelas bukan masalah pelatih saja tapi masalah kompleks.Â
Mungkin, PSSI bisa mendorong masalah ini dengan program pragmatis seperti mewajibkan klub untuk memainkan striker lokal seperti kewajiban memainkan pemain muda.Â
Kita pernah memiliki striker tajam seperti Boaz Salossa dan Bambang Pamungkas. Keduanya mendapatkan kepercayaan penuh dari klub dan bermain reguler.Â
Saya kira, jika setiap klub dan pelatih berani mengambil langkah yang sama, bukan tidak mungkin striker lokal kita bisa bersaing dengan asing.Â