Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Moncernya Karier Politik Kaesang dan Privillege Seorang Anak Presiden

27 September 2023   10:47 Diperbarui: 27 September 2023   10:51 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kaesang Pangarep resmi menjadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI). | Foto: kompas.com

Siapa yang tidak mengenal Kaesang Pangarep? Putra bungsu Presiden Joko Widodo itu memang dikenal publik, khususnya anak muda. 

Kaesang memang cukup aktif di media sosial. Di YouTube, Kaesang memang cukup aktif membuat konten dan berkolaborasi dengan publik figur. 

Selain dikenal luas di media sosial, Kaesang juga dikenal sebagai pengusaha muda. Ia memiliki bisnis di bidang kuliner. Yang teranyar, tentu Kaesang merupakan salah satu pemegang saham klub Liga 1 Persis Solo. 

Sebagai seorang putra presiden, tentu Kaesang memiliki beberapa keuntungan. Khususnya akses yang ia miliki. Tidak heran, dengan ketenerannya, banyak partai politik yang mencoba merayunya untuk bertarung di Pilkada. 

Jodoh dengan PSI

Sebenarnya, jika kita telisik lebih jauh lagi, rumor Kaesang terjun ke dunia politik terjadi saat bulan Juni 2023. Saat itu, ramai baliho Kaesang yang akan ikut Pilwalkot Depok. 

Dalam baliho tersebut, Kaesang memakai baju putih dengan peci hitam. Tak lupa, partai yang mengusung adalah PSI. 

Dalam foto lain, Kaesang masih memakai kemeja putih sambil memegang bunga mawar yang belakangan menjadi kode nama bagi Kaesang. 

Kaesang pun mengaku menyuplai foto baliho yang tersebar di Depok pada PSI. Artinya, sudah ada persetujuan dari Kaesang sendiri. 

Dengan hadirnya baliho tersebut, maka rumor Kaesang terjun ke dunia politik kian kencang. Padahal, dalam beberapa kesempatan, Kaesang lebih memilih jadi pengusaha. 

Tapi, apa yang dilakukan Kaesang mirip dengan yang dilakukan oleh Gibran sang kakak. Jadi, niat awalnya memang tidak ingin terjun ke dunia politik, toh akhirnya terjun juga. 

Baliho Kaesang di Depok. | Foto: kompas.com
Baliho Kaesang di Depok. | Foto: kompas.com

Puncaknya adalah tanggal 20 September 2023 kemarin, PSI mengunggah video berudarasi 42 detik. Disebutkan ada seorang bernama Mawar yang baru terjun ke dunia politik. 

Jika ditelisik lebih jauh, tentu Mawar mengarah pada Kaesang karena baliho yang tersebar di Depok tadi. Selain itu, ada suara yang mirip Kaesang dengan Pak Jokowi. 

Setelah penayangan video itu, tanggal 23 September 2023, Kaesang resmi bergabung dengan PSI dan menerima KTA yang langsung diantar oleh petinggi partai ke Solo. 

Tidak lama setelah itu, tepatnya tanggal 25 September 2023, Kaesang langsung menduduki posisi Ketua Umum Partai saat Kopdarnas PSI di Jakarta. 

Kaesang disambut oleh seluruh kader PSI hingga pimpinan DPP PSI. Kader PSI meneriakkan 'Bro Kaesang' saat Kaesang naik ke panggung.

Peran sang bapak

Setelah menjadi ketua, Kaesang berpidato. Ia menyampaikan beberapa hal termasuk alasan bergabung dengan PSI karena "idealisme" anak mudanya. 

Selain itu, Kaesang menyebut Jokowi adalah panutannya. Dengan izin lebih dulu kepada bapak, Kaesang memilih jalan politiknya sendiri. 

Kaesang pun mengaku jika ia memiliki privillege sebagai anak presiden. Ia bisa menduduki posisi ketua partai berkat privillege tersebut. 

"Ya privilage. Lah saya mengiyakan, kok masih diulang lagi," ujar Kaesang

Meskipun tidak dijelaskan privillege yang dimaksud, tapi dengan posisi itu jelas Kaesang memiliki akses yang tidak dimiliki oleh orang lain. Baik itu dalam hak bisnis atau politik.

Menanyakan idealisme partai

Jauh sebelum iklan di TV, saya tahu PSI di facebook. Entah bagaimana laman PSI muncul di beranda saya. Mungkin karena saya getol mencari informasi seputar politik jadi laman PSI otomatis muncul. 

Tapi, saya tertarik dengan PSI karena berisi anak muda. PSI membawa hal baru yaitu politik anak muda. Seperti yang kita ketahui, anak muda sering dianggap tidak tahu apa-apa oleh mereka yang tua-tua. 

Jadi, menciptakan wadah sendiri untuk berpolitik adalah pilihan terbaik. Semangat itulah yang membuat saya tertarik. Apalagi, saat itu figur muda seperti Tsamara Amany juga ikut masuk. 

Selain itu, PSI juga getol menyuarakan idealismenya yaitu meritokrasi. Pandangan ini mengedapankan kapasitas dan kompetensi individu untuk menduduki posisi tertentu. 

Pandangan itulah yang membuat saya tertarik dan memilih PSI di pemilu 2019. Meski tidak masuk parlemen, saya tetap percaya jika idealisme itu akan terus ada. 

Namun, jika melihat kasus saat ini, saya justru mempertanyakan di mana idealisme itu? Bukannya saya meragukan kapasitas Kaesang, tapi bukankah untuk menduduki posisi ketua partai tidak mudah? 

Butuh waktu dan proses yang cukup lama. Katakanlah dimulai dari simpatisan, kader, sekjen, hingga ketua partai. Artinya proses itu harus dilalui untuk bisa pada posisi itu. 

Apalagi, Kaesang secara tegas mengakui bahwa ia memiliki privillege sebagai anak presiden sehingga bisa menjadi ketua partai. Artinya dengan mengacu pada kasus itu, di manakah meritokrasi itu? 

Justru dengan praktik tersebut mencerminkan buruknya demokrasi partai. Mengapa tidak memilih kader lain yang merangkak dari bawah? Apalagi proses tersebut jauh dari Muktamar atau Munas. 

Dengan instanya Kaesang menjadi ketua partai, maka bagi saya citra partai yang identik dengan demokrasi tercoreng. Entah apa yang dilakukan oleh PSI. 

Apakah ada kepentingan lain? Misalnya ingin mengamankan suara di Pemilu 2024? 

Selain itu, dengan adanya keputusan itu menunjukkan kaderisasi partai tidak maksimal. Kaderisasi memang menjadi PR bagi partai politik di tanah air. 

Kebanyakan partai politik memilih jalan instan dengan menggaet orang yang sudah memiliki popularitas tinggi atau koneksi tertentu. Praktik ini rupanya sulit untuk hilang. 

Bagi saya, Kaesang seperti memiliki karpet merah karena karier politik yang moncer. Jika kita boleh membandingkan dengan AHY, untuk mencapai posisi Ketua Partai AHY harus bertarung di Pilgub DKI. 

Tiga tahun setelahnya, AHY baru menggantikan posisi ayahnya sebagai Ketua Partai. Artinya ada proses yang cukup panjang meski kedua hal di atas bagi saya sama-sama memiliki privillege. 

Jadi, kemanakah idealisme meritokrasi itu? Apakah PSI akan terus berpegang pada idealisme atau melepaskan seutuhnya? Yang jelas, saya sebagai pemilih di pemilu 2019 lalu kecewa. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun