Selain itu, dengan adanya keputusan itu menunjukkan kaderisasi partai tidak maksimal. Kaderisasi memang menjadi PR bagi partai politik di tanah air.Â
Kebanyakan partai politik memilih jalan instan dengan menggaet orang yang sudah memiliki popularitas tinggi atau koneksi tertentu. Praktik ini rupanya sulit untuk hilang.Â
Bagi saya, Kaesang seperti memiliki karpet merah karena karier politik yang moncer. Jika kita boleh membandingkan dengan AHY, untuk mencapai posisi Ketua Partai AHY harus bertarung di Pilgub DKI.Â
Tiga tahun setelahnya, AHY baru menggantikan posisi ayahnya sebagai Ketua Partai. Artinya ada proses yang cukup panjang meski kedua hal di atas bagi saya sama-sama memiliki privillege.Â
Jadi, kemanakah idealisme meritokrasi itu? Apakah PSI akan terus berpegang pada idealisme atau melepaskan seutuhnya? Yang jelas, saya sebagai pemilih di pemilu 2019 lalu kecewa.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H