Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Pentingnya Asas Ultimum Remedium dalam Sistem Peradilan Pidana Anak

1 Februari 2023   18:32 Diperbarui: 8 Februari 2023   15:13 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. | Foto: Shutterstock via KOMPAS.COM

Tindakan diatur dalam Pasal 82 yang terdiri dari pengembalian kepada orang tua/Wali; penyerahan kepada seseorang; perawatan di rumah sakit jiwa; perawatan di LPKS, kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta; pencabutan surat izin mengemudi; dan/atau perbaikan akibat tindak pidana.

Nah, perlu digarisbawahi sebelum memakai ketentuan Pasal 71 di atas maka diversi dan restorative justice harus diupayakan lebih dulu. Mengapa demikian? 

Hal itu karena guna mencapai kesepakatan antara korban dan pelaku yang mana keduanya masih anak-anak. Upaya ini jauh lebih humanis karena anak adalah salah satu konsen dalam HAM yang berlaku universal.

Adanya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 dan UU SPPA adalah konsekuensi dari Indonesia yang menyetujui Convention on the Rights of the Child.

Diversi dan restorative justice adalah salah satu upaya menjaga kemerdekaan anak. Hukuman yang diberikan pada anak juga tidak boleh merendahkan martabat anak. 

Mengapa demikian? Kembali lagi pada poin di awal, anak adalah aset yang berharga. Jika diversi dan restorative justice tidak bisa dicapai, maka tahap selanjutnya adalah ketentuan Pasal 71 tadi.

Di dalam Pasal 71, pidana pokok berupa penjara ditaruh terakhir? Mengapa demikian? Hal itu sesuai dengan asas ultimum remedium yang berarti pidana adalah upaya terakhir. 

Asas ultimatum remedium juga disinggung dalam Pasal 2 UU SPPA. Mengapa penjara menjadi upaya terakhir? Penjara jelas tidak ramah untuk anak. 

Saya memiliki pengalaman ketika berkunjung ke lapas Nusakambangan tahun 2020 lalu. Ketika masuk ke lapas, saya merasa sumpek. Orang-orang di sana juga terlihat stress karena dikungkung dipenjara.

Itu orang dewasa yang sudah matang secara pikiran dan mental. Bagaimana dengan anak? Seperti apa jadinya anak saat keluar dari penjara? Alasan psikologis dan mental inilah yang membuat penjara sebagai opsi terakhir. 

Untuk itu, pidana pokok pada anak tidak sama dengan orang dewasa. Maka sejatinya anak yang berkonflik dengan hukum perlu dibina. Inilah esensi hukuman yang tepat bagi anak, bukan dengan cara memenjarakan seperti orang dewasa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun