Hal itu benar. Saya melihat sendiri karena desa saya pun begitu. Ketika Pilkada serentak 2019 lalu, para calon bupati ramai-ramai melobi pemerintah desa untuk menggerakkan warganya.Â
Sampai pada akhirnya, desa saya melakukan hal yang sama. Mereka meminta kepada warganya untuk memilih calon A. Tentu di balik itu pasti ada janji politik yang akan diterima pemdes.Â
Saat itu, ketika bapak saya masih menjadi RT sering diajak makan di restoran bertemu dengan salah satu calon. Tentu para RT dan RW ini diinstruksikan agar warga memilih calon yang bersangkutan.Â
Apalagi, masyarakat di desa umumnya masih turut pada pemimpin atau tokoh masyarakat. Jadi, strategi ini kerap dipakai oleh elit politik agar mereka mendapat suara.Â
Selain RT dan RW, pemdes juga mendekati tokoh masyarakat dan tokoh pemuda. Saat itu, saya mendengarkan celotehan tak bermutu dari perangkat desa agar memilih calon A di pilkada nanti.Â
Desa tak lain adalah lumbung suara bagi elit politik. Apalagi, pemilu 2024 di depan mata maka agenda ini patut kita curigai. Saya sebagai orang desa jelas tidak setuju dengan usulan ini.Â
Apalagi jika isu ini terkait dengan pemilu 2024. Jadi, bukan tidak mungkin pola pilakada 2019 yang terjadi di desa saya akan kembali terjadi. Pada akhirnya, usulan ini hanya menguntungkan elit politik bukan masyarakat desa yang tidak tahu apa-apa.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI