Akan tetapi, di dalam PP tersebut atribut pakaian yang diatur hanya mencakup hakim, penuntut umu, penasehat hukum, dan panitera.Â
Di dalam Pasal 4 PP di atas, bagi hakim, penuntut umum, dan penasehat hukum memakai toga. Biasanya toga hakim berbeda dengan toga penuntut umum dan penasehat hukum.
Toga penuntut umun dan penasehat hukum berwarna hitam. Perbedaannya dengan hakim adalah warna bef dan simare.Â
Misalnya untuk pengadilan agama bef dan simare hakim berwarna hijau. Untuk pengadilan negeri berwarna merah. Kemudian untuk lingkup PTUN berwarna biru.Â
Lalu masih mengacu pada PP di atas untuk panitera sendiri memakai jas hitam, kemeja putih, dan dasi. Bagaimana dengan terdakwa? Sayangnya tidak ada ketentuan pakaian untuk terdakwa di dalam aturan turunan KUHAP itu.
Jadi perihal pakaian untuk terdakwa bebas tergantung terdakwa asalkan sopan dan tidak melanggar norma kesusilaan. Jadi, entah itu memakai batik, baju hitam putih, atau kemeja bebas tidak masalah asal sopan.
Atribut hitam putih yang selama ini dipakai oleh terdakwa dimaksudkan untuk menjadi pembeda antara terdakwa dengan pengunjung sidang. Jadi, sebenarnya baju batik yang dipakai oleh Sambo tak menjadi masalah karena tidak melanggar aturan apa pun.
Itu sebabnya saya katakan di awal jika persoalan baju tidak akan berpengaruh pada persidangan. Jadi, mari kita kawal kasus ini dengan bersikap lebih kritis lagi bukan malah menyorot hal yang tidak perlu.
Pesan batik Sambo
Lazimnya seorang terdakwa mendadak agamis ketika persidangan. Akan terapi ada satu alasan mengapa seseorang memakai atribut agama saat bersidang.
Tentu di balik itu ada pesan tersendiri bagi publik. Apalagi baju bisa memengaruhi seseorang atau bisa mengintimidasi. Jadi di balik pakaian ada alasan psikologis yang akan disampaikan.
Apa kesan pertama Anda ketika melihat TNI atau TNI dengan pakaian lengkap? Tentu akan terlintas dalam pikiran kita bahwa mereka adalah sosok yang tegas, gagah, dan berwibawa. Itulah kekuatan dari pakaian.