Sejak SMP hingga SMA, saya selalu berjalan kaki pergi ke sekolah. Jarak dari rumah ke sekolah cukup jauh jika ditempuh dengan jalan kaki, yakni bisa sampai 20 menit.
Ada keseruan tersendiri mengapa waktu itu jalan kaki seru. Hal itu karena tidak semua orang memiliki kendaraan pribadi. Belum lagi tidak ada jalur angkutan umum yang mengakses ke sekolah.
Satu-satunya angkutan yang dipakai hanya delman. Selebihnya bagi yang tidak naik delman atau kendaraan pribadi ya jalan kaki. Tapi saat itu jalan kaki sangat seru karena banyak teman-teman yang melakukan hal serupa.
Jalan kaki adalah momen interaksi antar siswa yang berbeda kelas atau beda angkatan. Setiap pukul 6 pagi, jalanan diisi anak-anak SMP hingga SMA. Tapi, saat ini pemandangan itu menjadi langka.
Sudah jarang saya temui anak-anak sekolah berjalan kaki lagi. Kebanyakan dari mereka naik kendaraan pribadi atau diantar orangtua. Jadi, jalan kaki seakan terlihat kuno saat ini.
Dari sinilah terlihat jelas jika orang Indonesia makin ke sini makin malas jalan kaki. Apalagi banyaknya angkutan umum yang berbasis daring membuat orang semakin malas jalan kaki.
Tapi, di balik malasnya orang Indonesia jalan kaki ada tata kota yang buruk. Hal itu membuat orang Indonesia enggan jalan kaki karena tidak nyaman.
Negara paling malas jalan kaki
Peneliti dari Universitas Stanford, Amerika Serikat melacak 700 ribu lebih ponsel orang di 111 negara untuk menilai seberapa aktif masyarakat di suatu negara berjalan kaki.
Hasilnya, dalam penelitian itu Hong Kong menjadi negara paling rajin jalan kaki. Warga negara Hong Kong rata-rata berjalan kaki 6.880 langkah setiap hari.
Sementara Indonesia menjadi negara paling malas berjalan kaki. Orang Indonesia rata-rata berjalan 3.515 langkah setia hari. Angka ini masih rendah jika dibanding rata-rata warga dunia yakni 4.961 langkah setiap hari.