Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Siasat Pemerintah Redam Gejolak Kenaikkan Harga BBM

1 September 2022   05:15 Diperbarui: 1 September 2022   05:29 719
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa minggu lalu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memberi sinyal jika pemerintah akan menaikkan harga BBM.

Pemerintah disebut-sebut akan menaikkan harga bahan bakar jenis pertalite dan solar bulan September 2022. 

Setidaknya ada dua alasan mengapa pemerintah akan menaikkan harga BBM.

Pertama, harga minyak dunia yang tinggi. Langkah pemerintah menaikkan harga BBM tidak lain untuk mengantisipasi harga minyak global yang melonjak tinggi menjelang musim dingin.

Selain itu, kondisi perang Rusia-Ukraina semakin memperburuk keadaan. Bahkan dampak perang tersebut tidak hanya di sektor energi tetapi juga pangan.

Beberapa waktu lalu tersiar kabar jika harga mi instan akan naik. Hal tersebut tidak terlepas dari pasokan gandum yang sebagian besar berasal dari Rusia mau pun Ukraina.

Untuk sektor energi sama. Pemerintah tidak punya pilihan lain selain menaikkan harga bahan bakar karena harga minyak dunia masih tinggi yakni di atas 100 dolar AS per barel.

Kedua, APBN membengkak. Meski harga minyak mentah mengalami inflasi, akan tetapi pemerintah menekan kenaikan itu dengan menggelontorkan APBN.

Sehingga bahan bakar pertalite dijual dengan harga Rp. 7.650 sementara untuk solar dijual dengan harga Rp. 5.150. 

Presiden Joko Widodo menyebut jika harga BBM di Indonesia murah dibanding negara lain. Di Amerika Serikat harga BBM bisa menembus Rp. 19.000 dan Singapura bisa mencapai Rp. 33.000.

Pemerintah bahkan menggelontorkan APBN sebanyak Rp. 502 triliun atau naik sekitar Rp. 170 triliun untuk subsidi BBM. Pemerintah berdalih tidak bisa mengandalkan APBN terus-menerus.

Selain itu, menaikkan harga BBM juga disinyalir untuk menekan APBN yang sudah keluar untuk menekan inflasi harga minyak dunia. 

Namun, naiknya BBM tentu akan sejalan dengan inflasi di dalam negeri terutama untuk beberapa sektor usaha. 

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan inflasi berpotensi tembus 6,5 persen jika harga pertalite naik menjadi Rp10 ribu per liter.

Ada beberapa sektor yang terdampak jika harga BBM naik. Misalnya sektor otomotif dan industri. Selain dua sektor tersebut, UMKM juga berpotensi terdampak jika BBM naik.

Di luar itu, dampak lain dari BBM naik adalah daya beli masyarakat menjadi rendah. Ujung-ujungnya tentu stabilitas ekonomi terganggu. Padahal saat ini ekonomi Indonesia berusaha bangkit akibat pandemi.

Namun, kebijakan pemerintah yang akan menaikkan harga bahan bakar memantik unjuk rasa di sejumlah daerah yang dilakukan buruh mau pun mahasiswa.

Meski begitu, pemerintah memiliki siasat tersendiri untuk meredam gejolak kenaikkan harga BBM. 

Siasat pemerintah

Pemerintah memiliki cara tersendiri untuk meredam gejolak yang terjadi akibat naiknya harga bahan bakar.

Salah satunya adalah dengan melibatkan aparat TNI, Polri, hingga pemda untuk melakukan sosialisasi terkait masalah ini.

Dalam Rapat Pengendalian Inflasi Daerah, Luhut Binsar Pandjaitan menyebut di tengah situasi global yang tak menentu, Indonesia dihadapkan dengan situasi yang tidak mudah.

Tantangan terbesar adalah Indonesia pernah mengalami inflasi sebesar 4.94 persen secara tahunan per Juli 2022. Untuk itu, Luhut kemudian mengajak kepala daerah hingga TNI dan Polri untuk bekerja sama untuk mengendalikan inflasi terutama di tengah hiruk pikuk naiknya BBM. 

Dalam rapat itu, Luhut juga menyampaikan efek berantai dari kenaikkan harga BBM. Salah satunya inflasi di bidang pangan. Untuk itu, Luhut mengajak semua elemen pemerintah harus kompak.


"Kita semua harus kompak, bersatu-padu untuk menghadapi masalah ini. Saya minta seluruh jajaran mulai dari gubernur, bupati, wali kota, Pangdam, Danrem, Dandim, Kapolda, Kapolres, hingga Kapolsek untuk bekerja sama dengan kementerian/lembaga dan BI melakukan antisipasi kenaikan harga pangan dan energi di sisa tahun 2022," katanya dikutip melalui siaran pers, Selasa (30/8/2022). (kompas.com)

Direktur Riset Center of Reform Economic (CORE), Piter Abdullah menyatakan, cara pemerintah mensosialisasikan kenaikan BBM lewat pemda, TNI, dan Polri akan membuat kegaduhan. 

Hal itu karena arena kenaikan harga BBM seharusnya tidak dijadikan diskusi publik. Pemerintah seharusnya sudah melalukan kajian mendalam tanpa kehebohan dan kemudian mengambil keputusan pada waktunya.

Selain menggandeng Pemda, TNI dan Polri, pemerintah juga melakukan siasat lain yakni dengan memberi Bantuan Langsung Tunai (BLT).

Pemerintah sudah menganggarkan dana sekitar Rp 12,4 triliun. Menkeu Sri Mulyani menyebut nantinya akan ada tiga jenis Bantuan Sosial (Bansos) yang akan diberikan pada penerima manfaat.

Bansos pertama adalah BLT sebesar Rp. 150 ribu. Menkeu mengatakan akan ada 20.65 juta penerima manfaat bantuan ini. Nantinya kelompok ini akan menerima empat kali bantuan atau sebesar Rp. 600 ribu. 

Untuk kategori ini nantinya akan disalurkan melalui Kementerian Sosial. 

Bansos kedua adalah Bantuan Subsidi Upah (BSU) sebesar Rp. 600 ribu. Sementara untuk BSU menyasar 16 juta pekerja dengan gaji di bawah Rp. 3,5 juta. 

Selain BLT dan BSU, pemerintah juga menyediakan subsidi transportasi senilai Rp. 2,17 triliun untuk transportasi umum, ojek, nelayan dan transportasi lain.

Tentu upaya tersebut tidak lain untuk menekan inflasi agar daya beli masyarakat tetap stabil. Sehingga inflasi lebih bisa dikendalikan.

Tentu kita berharap kondisi yang serba tidak pasti ini segera dilalui. Efek paling terasa jika BBM naik adalah tentu sektor industri. Jika sektor industri terdampak, tentu daya beli akan menurun.

Namun, penyaluran Bansos tersebut harus merata. Terutama bagi mereka yang terkena dampak langsung dari kenaikan harga BBM.

Karena faktanya di lapangan masih banyak penyimpangan. Artinya bansos tersebut tidak menyasar pada masyarakat yang membutuhkan. Tidak jarang orang mampu malah menerima bantuan ini.

Untuk itu, perlu ada evaluasi data baru penerima manfaat bansos ini. Sehingga daya beli masyarakat kelompok tertentu tetap berjalan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun