Bharada E mengungkap jika ia diperintah atasan (Ferdy Sambo) untuk menembak Brigadir J. Selain itu, berita yang simpang siur terkait Ferdy Sambo yang berada di TKP terjawab sudah.
Ferdy Sambo memang berada di TKP, dalam konferensi persnya, Kapolri menyebut Ferdy Sambo memakai senjata Brigadir J dan menembakan ke dinding.
Hal itu dilakukan untuk menciptakan suasana tembak menembak. Jadi, Ferdy Sambo selain sutradara yang merangkai cerita palsu, ia juga bermain peran di dalamnya.
Fakta peristiwa tembak menembak jelas tidak ada. Keberanian Bharada E yang menceritakan kejadian ini secara runut patut kita apresiasi.
Selain itu, pilihan untuk mengajukan diri sebagai justice collaborator amat tepat. LPSK harus melindungi Bharada E dan keluarganya dari segala jenis ancaman yang mungkin saja terjadi.
Selain perlindungan dari LPSK, Bharada E sebetulnya memiliki peluang untuk bebas dari kasus ini jika ia bisa membuktikan bahwa perintah dari atasan itu memang ada.
Itulah celah hukum yang bisa dipakai oleh tim kuasa hukum Bharada E. Lantas, apa dasar hukumnya? Hal itu bisa kita lihat pada Pasal 51 ayat 1 KUHP yang berbunyi:
Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana
Dalam pasal di atas, antara pemberi perintah dan pelaksana perintah harus ada hubungan dalam rangka jabatan. Hubungan ini didasarkan menurut hukum publik.
Singkatnya, yang memberi perintah kedudukannya lebih tinggi dari kedudukan pelaksana perintah tersebut. Dalam hal ini, jelas Ferdy Sambo dan Bharada E memiliki hubungan jabatan yakni atasan dan ajudan.
Aturan itu didasarkan pada UU Kepolisian beserta aturan turunannya. Dengan adanya pasal ini, maka sifat melawan hukum hilang karena ada alasan pembenar.