Selain itu, dalam buku yang berjudul The Sexual Politics of Meat yang ditulis Carol J. Adams mengatakan, pada dongeng kerajaan zaman dulu, raja-raja identik dengan makanan daging.
Sementara ratu memakan roti dan madu. Meski ada wanita yang memakan daging, tapi diidentikan sebagai wanita yang tidak baik. Misalnya seorang penyihir jahat.
Jika kita melihat lagi, kalau memang laki-laki identik dengan daging lantas mengapa bakso identik dengan makanan wanita? Padahal isian bakso daging.
Tapi saat ini, jika ada lelaki yang makan bakso dianggap "aneh" karena bakso identik dengan makanan perempuan.
Marketing
Ternyata jika kita teliti lebih jauh, stereotip gender pada makanan memang tidak terlepas dari strategi pemasaran. Ada beberapa makanan atau minuman yang memang hanya ingin menyasar gender tertentu.
Misalnya susu yang bisa mendukung otot bagi laki-laki. Atau jamu tertentu yang bisa mengurangi nyeri pada wanita saat datang bulan.
Stereotip gender pada makanan tercipta dari strategi pemasaran. Disadari atau tidak, cara tersebut sedikitnya berpengaruh terhadap cara pandang kita terhadap makanan. Dengan kata lain, otak kita telah ditipu oleh teknik pemasaran tersebut.
Dikutip dari Social Psychology, stereotip gender pada kemasan makanan bahkan mengubah cara pandang kita soal rasa makanan itu sendiri. Seiring berjalannya waktu, hal ini menjadi lumrah.
Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Universitas Manitoba, Kanada, membuka fakta tersebut. Penelitian tersebut mengundang 93 partisipan orang dewasa.
Para peneliti meminta para partisipan untuk memakan makanan maskulin dan feminim. Dari hasil penelitian itu, para partisipan menilai bahwa makanan sehat lebih cocok untuk perempuan. Sementara makanan berkalori tinggi cocok untuk laki-laki.
Peneliti juga melakukan uji coba lain terkait kemasan muffin. Ada tiga jenis kemasan tersebut, yakni feminim, netral, dan maskulin.Â