Bukan masyarakat yang harus tunduk dan patuh pada undang-undang tersebut. Hal itu karena undang-undang dibuat untuk masyarakat. Artinya hukum (undang-undang) itu untuk manusia, bukan sebaliknya.Â
Petimbangan
Beberapa negara telah menggunakan ganja untuk kepentingan medis, bahkan Thailand sesama negara ASEAN sudah lebih dulu memakai ganja untuk kepentingan medis.
Ganja memiliki kandungan 600 lebih zat kimia antara lain tetrahydrocannabinol (THC) dan phytocannabinoid cannabidiol (CBD).
THC memiliki kandungan psikotoprika yang bisa membuat seseorang "terbang." Produk obat yang mengandung THC bisa meredakan kejang-kejang dan pusing.
CBD sendiri memiliki sifat anti-inflamasi, anti-epilepsi, anti-psikotik, dan meredakan kegelisahan. Umumnya produk yang mengandung CBD tinggi kandungan THC rendah, sehingga tidak membuat seseorang terbang.
Meski secara medis diperbolehkan, tetapi perlu pertimbangan matang. Utamanya sosialisasi pada masyarakat. Ganja medis tidak sama dengan ganja rekreasi. Sehingga masih rawan penyalahgunaan.
Jadi, jika nantinya legalisasi ganja ini disahkan harus ada pengawasan yang ketat. Sehingga tidak terjadi penyalahgunaan ganja medis. Tidak semua orang bisa mengakses ganja ini, tentu harus orang dengan penyakit tertentu dan ijin dari pihak berwenang.
Selain regulasi, sosialisasi, pengawasan, dan kesadaran tinggi dari masyarakat berpengaruh dalam upaya legalisasi ganja medis. Jika semua elemen itu terpenuhi, bukan tidak mungkin legalisasi ganja medis terwujud.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H