Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Dilema Ganjar Pranowo, Digantung PDIP Digoda NasDem

21 Juni 2022   10:20 Diperbarui: 21 Juni 2022   14:22 993
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Meski memiliki elektabilitas tinggi, sampai saat ini PDIP masih mengusung Puan Maharani sebagai capres. | Sumber: Kompas.com/Humas Pemprov Jateng

Bursa calon presiden (capres) 2024 kian memanas. Beberapa partai politik telah berkoalisi untuk bertarung pada pemilu 2024 mendatang.

Selain berkoalisi, beberapa nama tokoh digadang-gadang akan berkontestasi pada pemilihan presiden 2024.

Di Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) Airlangga Hartanto disebut akan menjadi capres dalam pemilu 2024. Hal itu karena Golkar tetap konsisten dengan Airlangga.

Selain itu, di KIB sendiri Golkar adalah pemimpin koalisi. Partai politik yang memiliki suara paling banyak dalam koalisi biasanya memiliki hak yang lebih untuk mengajukan satu nama capres. 

Hal itu wajar, mengingat nama Airlangga Hartanto jauh lebih populer daripada dua nama ketua partai lainnya di KIB meski tidak sepopuler tokoh lain dalam survei.

Begitu juga dengan Koalisi Semut Merah (KSM) yang digagas oleh PKS dan PKB. Cak Imin sepertinya akan maju sebagai capres. Apalagi jika KSM benar-benar terwujud.

PDIP selaku partai pemenang pemilu 2019 tetap bersikukuh mengusung Puan Maharani sebagai capres. Padahal dari sisi elektabilitas masih rendah dibanding Ganjar Pranowo yang tak lain adalah kader partai.

Di sisi lain, Presiden Jokowi sendiri dinilai berseberangan dengan keputusan partainya. Jokowi disinyalir lebih memilih Ganjar ketimbang Puan Maharani.

Hal itu bisa dilihat dalam pernyataannya dalam Rakernas Projo pada bulan Mei lalu. Dalam pidatonya, Jokowi mengingatkan pada relawan untuk tidak terburu-buru dalam pencapresan. Meski sang calon hadir dalam acara tersebut.

Seperti yang diketahui, Ganjar Pranowo saat itu hadir mendampingi Jokowi. Jadi bisa ditafasirkan jika yang dimaksud Jokowi adalah Ganjar Pranowo.

Itu artinya terjadi gesekan di internal PDIP sendiri. Ganjar Pranowo yang memiliki elektabilitas tinggi seakan digantung oleh PDIP. PDIP justru memilih mengusung Puan Maharani meski elektabilitasnya rendah.

Digoda NasDem

Partai NasDem mengumumkan tiga nama capres yang akan diusung. Ketiganya adalah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa.

Nama-nama tersebut diusulkan oleh DPW NasDem yang tersebar di seluruh provinsi Indonesia pada Rakernas NasDem yang digelar 17 Juni 2022 lalu.

Dari 34 DPW NasDem, nama Anies Baswedan memperoleh suara terbanyak yakni 32 suara. Hanya dua DPW saja yang tidak memilih Anies, yakni Papua Barat dan Kalimantan Timur.

Di posisi kedua ditempati Gubernur Jawa Tengah yakni Ganjar Pranowo yang memperoleh 29 suara. Erick Tohir berada di posisi ketiga memperoleh 16 suara.

Sementara Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa ada di posisi keempat dengan perolehan 13 suara. Di luar empat nama itu, nama Ridwan Kamil, Khofifah Indar Parawansa juga muncul.

"Amanah Rakernas ini memutuskan, ada tiga nama yang diusulkan oleh seluruh kader Partai Nasdem. Yakni pertama, Anies Rasyid Baswedan. Kedua, Muhammad Andika Perkasa dan ketiga, Ganjar Pranowo. Inilah tiga bakal calon presiden Indonesia yang akan diusung Partai Nasdem di Pemilu 2024," ujar Surya Paloh dalam acara Rakernas partai NasDem 17 Juni lalu. (liputan6.com)

Dari tiga nama itu jelas nama Ganjar Pranowo yang mencuri perhatian. Pasalnya dua nama lain tidak memiliki kendaraan politik.

Beda halnya dengan Ganjar Pranowo yang memiliki kendaraan politik yaitu PDIP. Tapi, sejauh ini PDIP masih tetap konsisten mendukung Puan Maharani.

Meski begitu, jika melihat suara-suara di bawah nama Ganjar Pranowo tentu jauh lebih bergema dari Puan Maharani. Akan tetapi, suara-suara itu hanya akan jadi angin lalu jika tidak ada yang mewadahi.

Pada posisi ini, NasDem mencoba menampung suara-suara tersebut. Pun begitu dengan dua sosok lainnya. Baik Anies Baswedan dan Jenderal Andika kerap muncul dalam sejumlah survei.

Meski begitu, lantas apa yang akan didapat NasDem dengan mengusung nama-nama di atas? Bisa saja NasDem sendiri memiliki perhitungan, yakni mendapat keuntungan elektoral pada pemilu 2024.

Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo kerap menghiasai survei. Dua nama itu bersaing dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.

Itu artinya, keinginan masyarakat untuk mengusung nama-nama tersebut cukup tinggi. Sehingga bisa berpengaruh pada perolehan suara NasDem pada pemilu 2024 nanti.

Meski begitu, hal yang menarik lainnya adalah dari nama-nama yang diajukan oleh NasDem tidak ada satu pun kader partai.

Hal ini bisa dimaknai NasDem telah gagal dalam kaderisasi yang merupakan salah satu fungsi partai politik. Nama-nama kader NasDem tidak muncul dalam survei yang dilakulan oleh beberapa lembaga.

Itu sebabnya NasDem mengusung nama-nama di luar partainya. Meski begitu, bukan kali ini saja NasDem melakukan hal tersebut. Pada Pilgub Jawa Barat lalu, NasDem juga mendukung Ridwan Kamil yang notabene independen.

Bukan tidak mungkin hal yang sama juga akan terjadi pada pemilu 2024. Tentu dengan hitung-hitungan yang matang dan pastinya akan ada keuntungan di balik itu semua.

Dilema

Tentu dengan mengajukan nama Ganjar Pranowo akan menimbulkan gesekan. Khususnya antara PDIP dan NasDem yang saat ini berkoalisi.

Selain itu, akan sangat berisiko jika Ganjar Pranowo ikut bergabung dengan NasDem. Konsekuensinya ia harus keluar dari PDIP.

Meski begitu, dalam beberapa kesempatan Ganjar Pranowo menyatakan bahwa ia adalah PDIP dan tentu akan ikut dengan keputusan partai.

Tentu jika Ganjar memilih NasDen, ia telah mengkhianati PDIP yang telah membesarkan namanya. Selain itu, jika Ganjar memilih NasDem akan dirugikan secara elektoral.

Hal itu disampaikan oleh peneliti Charta Politika Indonesia yakni Ardha Ranadireksa. Dalam survei Charta Politika, sebagian besar pemilih Ganjar adalah pemilih PDIP.

"Dari seluruh pemlih PDIP, 62,5 persennya memilih Ganjar. Ketika nanti misalnya berlabuh ke partai lain, saya pikir 62,5 persen ini juga akan berkurang. Tidak serta-merta pendukung Ganjar akan ikut," kata Ardha. (CNN Indonesia)

Opsi terbaik Ganjar saat ini adalah menunggu restu dari sang Ketua Umum Megawati. Di sisi lain, jika PDIP tetap bersikukuh mengusung Puan, maka akan tetap berisiko.

Hal itu karena elektabilitas Puan rendah dan tidak akan mampu mendongkrak PDIP pada pemilu 2024 nanti. Hal ini jauh berbeda dengan Ganjar.

Mungkin saja akan ada cerita lain di balik ini semua. Bisa saja PDIP berubah pikiran dan berbalik mengusung Ganjar Pranowo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun