Lalu, bagaimana kondisi sekolah SMA saya waktu dulu? Apakah mewah? Tentu tidak. Saya menyebutnya sebagai sekolah laskar pelangi. Hal itu karena kondisi sekolah tidak jauh berbeda dengan yang ada di novel Andrea Hirata itu.
Saya akan gambarkan sedikit kondisi sekolah laskar pelangi. Terdiri dari 6 kelas saja. Jadi, untuk kelas 10 hanya ada dua kelas, yaitu kelas IPA dan IPS. Tidak ada IPA I, IPS I dan seterusnya.
Untuk satu kelas sendiri terdiri dari 20-30 siswa. Jadi, satu angkatan terdiri 60 siswa. Begitu juga dengan angkatan saya, kurang lebih hanya 60 siswa. Hal itu jauh berbeda jika dibanding siswa di sekolah negeri.
Keenam kelas itu berderet mengelilingi lapangan kecil. Lapangan itu amat kecil, tidak pas jika disebut lapangan. Lebih cocok disebut halaman. Hanya untuk parkir sepeda motor para guru.
Di halaman hanya ada tiang bendera. Meski begitu, sekolah kami tetap mengadakan upacara. Jadi setiap siswa tinggal berbaris di teras. Hanya petugas upacara dan pembina upacara yang ada di halaman. Sederhana tapi nikmat untuk upacara.
Kondisi kelas sendiri lumayan bagus untuk sekolah swasta. Memang ada satu kelas yang tidak memakai keramik. Akibatnya, jika hujan amat kelihatan kotor. Mengingat letak sekolah sendiri ada di dataran tinggi.
Tidak sedikit juga ruang kelas bocor jika hujan lebat. Untuk kamar mandi hanya ada dua, yang jelas kamar mandi itu kotor. Saya sendiri enggan kencing atau buang air besar di sana. Saya memilih WC di mesjid dekat sekolah karena lebih bersih.
Sekolah kami dikelola oleh yayasan. Yayasan ini tidak besar. Awalnya, sekolah kami didirikan karena kepedulian pendiri yayasan pada orang-orang kecil yang tidak bisa melanjutkan pendidikan.Â
Dengan modal minim, akhirnya sekolah kami berdiri. Tentu telah meluluskan banyak siswa di luar sana.Â
Keuangan yayasan sendiri tidaklah kuat, apalagi tidak ada biaya SPP. Saya tidak tahu soal pemasukan yayasan darimana. Akan tetapi, untuk sekolah swasta biasanya dari SPP siswa.
Sementara itu, sekolah kami membebaskan biaya SPP. Jadi, praktis pembiayaan hanya dari uang ujian saja. Itu pun masih ada suka yang nunggak.