Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kasus Safa Space dan Masifnya Kebudayaan Korea di Dalam Negeri

19 Mei 2022   11:21 Diperbarui: 19 Mei 2022   17:15 886
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi ini ketika membuka twitter, kata kunci Safa mendadak trending topic di twitter. Hingga artikel ini diunggah, kata Safa setidaknya ditweet sebanyak 120 ribu kali.

Lantas siapakah Safa? Setelah menyelam di twitter lebih jauh, ternyata Safa adalah salah satu fans Korea alias K-Pop. Dia disebut mengetweet salah satu idol Korea NCT Dream dengan kata-kata kasar.

Tweet tersebut tidak diterima oleh fans dari NCT Dream. Lalu, dibuatlah suatu space yang berisi rekaman percakapan antara Safa dan perwakilan fans NCT Dream.

Orang-orang yang berada di space itu memakai foto orang Korea. Jujur saya tidak tahu foto-foto itu siapa. Pada intinya, Safa diminta untuk meminta maaf karena tweetnya diduga telah mencemarkan nama baik.

Jika tidak demikian, maka persoalan ini akan dibawa ke jalur hukum. Salah satu peserta di sana menyebut jika Safa telah melanggar UU ITE.

Safa yang enggan melakukan itu kemudian mendapat intimidasi dari peserta yang bernama Sabrina. Sabrina bahkan mengancam bisa menurunkan pangkat ayah Safa yang seorang polisi.

Sabrina juga melakukan flexing, tentu tujuannya mengintimidasi Safa. Sabrina menyebut jika adik dan kakaknya seorang polisi dan TNI. Kakak dari calon suaminya seorang kapolda.

Sabrina juga menyebut dirinya sebagai aktivis HAM, dosennya seorang kader partai Golkar. Tidak heran, jika nama Golkar ikut trending di twitter.

Setelah saya klik kata kunci Golkar di twitter, isinya celotehan netizen tentang persoalan Safa dan Mba Sabrina yang menyebut dosennya kader Golkar.

Saya yang memerhatikan persoalan ini hanya tertawa. Inilah hiburan pagi hari yang sangat spesial bagi saya. Bagaimana tidak, persoalan K-pop sampai ke ranah hukum.

Bawa pencemaran nama baik pula. Siapa yang dicemarkan di sini? Sejak kapan UU ITE berlaku untuk orang yang secara ketentuan hukum di luar Indonesia? Ini yang membuat saya tertawa alias puncak komedi.

Di balik itu semua, saya hanya terheran, mengapa membela idola sampai sejauh itu? Seakan-akan harga diri idola adalah harga diri setiap fans.

Selain itu, disadari atau tidak budaya Korea khususnya Korea Selatan secara masif berkembang di Indonesia. Mulai dari drama hingga musik. 

Maka tidak heran fans K-Pop di negeri ini berkembang. Terutama di kalangan gen Z. Ternyata invansi budaya Korea menjadi senjata di sana tentu menghasillan uang yang fantastis.

Hallyu

Mungkin banyak orang yang jarang mendengar istilah hallyu (gelombang budaya Korea). Setidaknya saya memiliki beberapa teman dan saudara yang akut dengan budaya Korea.

Mereka tidak sendirian, antusiasme terhadap budaya Korea merupakan bagian dari fenomena global. Lantas, sejak kapan gelombang kebudayaan Korea dimulai?

Hallyu sendiri dimulai pada akhir tahun 1990 di China. Kata Hallyu sendiri berasal dari bahasa China yang berarti gelombang Korea. Musik dan drama korea mulai berkembang di sana.

Di tahun 2000-an, hallyu sudah mulai menyebar ke berbagai negara seperti Hong Kong, Thailand, Vietnam, Indonesia, bahkan hingga Amerika.

Di Indonesia sendiri, hallyu dimulai dengan drama korea. Saya masih ingat betul, ketika kecil dulu saya selalu rebutan remote tv dengan kakak saya.

Kakak saya sangat gandrung dengan drama Full House. Saya yang menjadi laki-laki satu-satunya di keluarga harus mengalah dari tiga kakak perempuan saya.

Hallyu memang fenonemal, Korea mungkin jadi satu-satunya negara yang tujuannya mengeskpor budaya-budaya mereka ke dunia. 

Ilmuwan Politik dari Harvard, Joseph Nye menyebut fenomena ini dengan soft power. Istilah ini mengacu pada sebuah negara yang dikenal karena citranya bukan kekerasannya melalui militer.

Contoh sederhana adalah bagaimana AS membujuk agar orang-orang memakai Apple, Levi's dan beberapa brand fesyen lain.

Begitu juga dengan hallyu, saat ini kita mengenal budaya Korea secara keseluruhan. Bukan lagi dari sisi drama maupun musik. Bahkan sudah merambah ke elektronik, masakan, manwha hingga budaya tradisional mereka.

Tentu kita masih ingat dengan serial Squid Game yang fenomenal di netflix. Selain menasbihkan Korea sebagai kiblat hiburan di Asia, secara tidak langsung Squid Game juga mempromosikan permainan tradisional mereka.

Hallyu secara tidak langsung membuat bahasa Korea menjadi dikenal oleh banyak orang. Hallyu adalah berkah bagi Korea, bagi Korea hallyu sama seperti senjata. Hal itu karena perputaran uang yang fantastis.

Maka tidak heran, bintang Korea yang memerankan drama yang popluer akan menjadi sang superstar hingga menjadi perwakilan di PBB. Selain itu, brand-brand ternama tidak ragu untuk kerja sama.

Tengoklah di dalam negeri, perhatikan beberapa iklan di TV. Mulai dari santan kelapa, mie instan, skincare hingga marketpalce dibintangi oleh superstar Korea.

Tentu di balik penunjukkan mereka ada hitung-hitungan tersendiri. Dengan kata lain akan mendapatkan keuntungan dari bintang Korea tersebut. Meski bayaran untuk satu iklan sangat mahal.

BTS yang sempat jadi BA Tokopedia pada 2019 lalu, dibayar dengan mahal. Pada 2017, biaya yang dibutuhkan untuk menjalin kerja sama dengan BTS sebagai BA mencapai 1,5 miliar won, atau setara Rp17,8 miliar.

Kita tentu masih ingat dengan BTS Meal. Pada saat itu banyak yang mengantre untuk membelinya. Tentu keuntungan yang didapat sangat besar. Itu sebabnya beberapa jenama rela merogoh kocek yang dalam bagi superstar Korea.

Selain itu, agar tidak rugi, jenama tertentu harus berperan dalam membentuk persepsi sebuah brand. Maka jangan heran, bintang produk kecantikan ya cantik dan ganteng-ganteng.

Bintang Korea ini representasi jenis kulit yang diinginkan banyak orang Indonesia: putih, mulus, bersinar. Mewakili satu keyword yang kerap dipakai dalam industri skincare yaitu glowing.

Fans K-Pop dikenal loyal, mereka rela membeli merchandise sang idola. Contoh yang nyata ya BTS Meal.

Keberhasilan hallyu tidak lepas dari dukungan pemerintah Korea sana. Bahkan mereka yang berkontribusi bagi negara tidak wajib militer, salah satunya dengan mempopulerkan budaya Korea.

Pemerintah di sana juga membatasi budaya barat. Sehingga mau tidak mau, masyarakat Korea harus menciptakan hiburan sendiri.

Jadi, fenomena Safa dan Mba Sabrina adalah bagian dari hallyu. Mereka amat loyal dengan sang idola. Meski begitu, mengidolakan seseorang ya sewajarnya.

Pemujaan berlebihan jelas tidak sehat dan harus dihindari. Jika pembaca bertanya siapa oppa favorit saya, sejauh ini ya Shin Tae-yong hehe.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun