Setidaknya, empat perusahaan tersebut mendominasi pasar sebanyak 46,5 persen.
Keempat perusahaan tersebut adalah Grup Wilmar (29,3 persen), Grup Musim Mas (27,6 persen), Grup Indofood (18 persen), dan Grup Sinarmas (9,8 persen)
Keempat perusahaan tersebut memiliki perkebunan kelapa sawit yang menjadi bahan baku minyak goreng. Kebun sawit mereka diduga menjadi pemasok sebagian besar bahan CPO minyak goreng di grup masing-masing.
Seperti yang diketahui, beberapa merek minyak goreng terkenal justru merupakan bagian dari grup di atas. Misalnya untuk Grup Wilmar, Wilmar menjual minyak goreng Sania, SIIP, Fortune, Sovia, Mahkota dan Goldie.
Grup Indofood memiliki produk minyak goreng Bimoli, Delima, dan Happy. Grup Musim Mas sendiri menjual produk minyak goreng bermerek Sunco, Amago, Tropical, dan Vioal. Sedangkan Sinarmas memiliki produk minyak gireng Filma.
Kekayaan konglomerat tersebut juga naik drastis, Martua Sitorus selaku orang di balik Wilmar kekayaannya naik drastis. Pada 2020, kekayaannya sebesar Rp. 20 triliun dan pada akhir 2021 menjadi Rp. 40 triliun.
Anthony salim sebagai orang terkaya melalui Indofood juga mengalami kenaikkan harta tinggi. Pada 2020, kekayaan Anthony Salim sebesar Rp. 84, 42 triliun dan pada akhir 2021 mencapai Rp. 121 triliun.
Bachtiar Karim selaku orang di balik Grup Musim Mas juga mengalami kenaikkan kekayaan yang tinggi. Dalam rentang waktu 2020-2021, kekayaannya menjadi Rp. 50 triliun dari sebelumnya Rp. 44,3 triliun.
Keluarga Eka Widjaya juga mengalami hal yang sama, pada akhir 2021 harta kekayaannya mencapai Rp. 138,8 triliun.
Jika benar ada indikasi kartel di balik harga minyak goreng, maka pemerintah seharusnya mengusutnya dengan cepat dan membawa ke jalur hukum.
Akan sangat memalukan jika negara justru takluk oleh segelintit orang saja, apalahi mafia. Untuk itu, jika memang benar adanya dugaan kartel ini harus dituntaskan apalagi jika ada indikasinya.