Para petugas yang menyiram lapangan itu akhirnya mencari rumah penduduk sekitar untuk berteduh. Namun, yang terjadi berikutnya di luar dugaan mereka.
Ternyata di sekitar lapangan tidak hujan. Yang hujan hanya di lapangan saja. Sungguh aneh. Dan satu hal lagi, apa yang dikatakan Kiai As’ad terbukti: presiden tidak jadi mendarat di lapangan itu dan memiilih tempat lain.
Itulah salah satu kisah yang mungkin sudah pernah kita dengar sebelumnya. Entah dengan cara apa beliau-beliau berkomunikasi dengan alam, yang jelas perihal pengendali cuaca bukan hal baru.
Pawang Hujan di Negara Lain
Mungkin, sebagian dari kita percaya jika pawang hujan hanya ada di Indonesia. Nyatanya tidak, di negara lain hal serupa juga dikenal.
Di Afrika Selatan, sekelompok peneliti pernah menemukan sebuah situs pengendalian hujan yang tinggi. Situs itu pada zaman dulu digunakan untuk meminta atau menghentikan hujan.
Para dukun di sana kemudian naik ke puncak dan melakukan ritual di sana. Tak lupa, dalam ritual itu para dukun tersebut membakar sisa-sisa hewan sebagai bagian dari ritual mereka.
Orang-orang yang melakukan ini adalah pribumi yang tinggal di San, sebuah daerah di Selatan Afrika yang kesehariannya berburu dan pengumpul.
Lain lagi di Jepang, meski Jepang begitu maju dari sisi teknologi, akan tetapi kebudayaannya masih mereka rawat dengan baik. Begitu juga dengan pawang hujan.
Di Jepang, ada yang disebut dengan boneka bozu teru teru. Jika diterjemahkan teru berarti cerah dan bozu berarti biksu. Boneka ini dibuat dari tisu atau kain putih.
Masyarakat Jepang percaya jika boneka tersebut mampu menangkal hujan. Biasanya boneka tersebut digantung di depan rumah dan diringi nyanyian oleh anak-anak saat boneka ini dibuat.