Oleh karena pernikahan di Indonesia merupakan ikatan keagamaan, maka untuk menentukan sah atau tidaknya suatu pernikahan ditentukan menurut hukum agama dan kepercayaan masing-masing individu.
Hal ini ditegaskan dalam Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang menyatakan:
Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
Penafsiran dari Pasal 2 ayat 1 di atas menyatakan tidak ada perkawinan di luar hukim masing-masing agamanya dan kepercayaanya itu, seseuai dengan UUD 1945.
Lantas, yang dimaksud dengan hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya adalah termasuk ketentuan perundang-undangan yang berlaku bagi golongan agamanya dan kepercayaannya sepanjang tidak bertentangan atau tidak ditentukan lain oleh undang-undang perkawinan.
Dari penafsiran itu dapat ditarik satu konklusi jika perkawinan mutlak harus dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaan masing-masing.
Jadi, bagi orang islam hendaknya melakukan pernikahan dengan tata cara agama islam, begitu juga dengan agama kristen, hindu dan lain-lain.
Lantas, apakah pernikahan beda agama itu bisa dibenarkan? Adakah satu hukum positif di Indonesia yang melarangnya? Atau, jika kita melihat contoh di atas, apakah dengan melakukan dua tata cara perkawinan beda agama perkawinan itu menjadi sah?
Memang tidak ada satu pun hukum positif di Indonesia yang mengatur akan hal ini. Seperti yang sudah dibahas, perihal ini tentu dikembalikan lagi pada agama dan kepercayaan masing-masing.
Di sini, saya hanya akan melihat dari sisi sudut pandang hukum islam saja karena saya tidak mengetahui dari sisi hukum agama lain.
Di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), perkawinan beda agama jelas dilarang hal itu dijelaskan dalam Pasal 44 KHI yang menyatakan:
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!