Istilah pemain naturalisasi menjadi buah bibir tak kala salah satu Exco PSSI yaitu Haruno Sumitro menolak program tersebut. Menurutnya, naturalisasi akan menghambat kesempatan pemain lokal.Â
Selain itu, dari sekian banyak pemain yang dinaturalisasi, tidak ada pemain yang memberi kontribusi nyata bagi Timnas Indonesia. Dengan alasan itu, Haruna menolak program naturalisasi.Â
Akan tetapi, pernyataan itu seolah kontradiksi tak kala Madura United, klub yang dibawahi oleh Haruno memakai jasa pemain naturalisasi. Sebut saja Fabiano Beltame, Greg Nwokolo hingga Beto Goncalves.Â
Seingat saya, program naturalisasi ramai ketika Christian Gonzales memutuskan pindah kewarganegaraan dan membela timnas Indonesia di Piala AFF 2010.
Baru setelah itu, banyak pemain sepak bola luar negeri yang memutuskan pindah kewarganegaraan mengikuti Gonzales.Â
Dalam Piala AFF 2020 lalu, Shin Tae-yong memakai jasa Elkan Baggot yang memiliki darah Indonesia untuk memperkuat timnas Indonesia. Selain Elkan, STY juga memainkan Victor Igbonefo yang pindah kewarganegaraan.Â
Kabarnya, masih ada empat pemain incaran STY yang memiliki darah Indonesia yang ingin ia mainkan dalam event yang akan dijalani timnas Indonesia.Â
Terminologi WNIÂ
Sebelum mengetahui apa itu naturalisasi atau pewarganageraan, terlebih dahulu kita harus tahu terminologi WNI. Tentu terminologi itu harus kita tafsirkan dari sudut pandang undang-undang.
Di dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan menyebutkan, "yang dimaksud dengan WNI adalah bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan undang-undang sebagai warga negara."
Lalu, UU Kewarganegaraan merinci siapa saja yang menjadi WNI di Pasal 4. Di sini saya hanya akan mencantumkan poin-poin yang menjadi substansi dalam artikel kali ini. WNI yang dimaksud dalam Pasal 4 sebagai berikut:
- anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang
ayah dan ibu Warga Negara Indonesia; - anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang
ayah Warga Negara Indonesia dan ibu warga negara asing; - anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang
ayah warga negara asing dan ibu Warga Negara Indonesia
Dari definisi di atas, bagi mereka yang memiliki darah Indonesia alias anak dari kawin campur, mereka termasuk WNI sebagaimana diatur dalam aturan yang berlaku.Â
Hanya saja, anak yang lahir dari kawin campur akan memiliki kewarganegaraan ganda secara terbatas. Mengapa terbatas? Hal itu karena pada usia 18 tahun harus memilih salah satu kewarganegaraan saja.Â
Sebetulnya, dari Pasal 4 di atas sudah jelas arah program naturalisasi yang diusung oleh STY. Empat pemain yang diinginkan oleh STY memiliki darah Indonesia.Â
Jadi, bisa saya katakan apa yang menjadi fokus naturalisasi saat ini tidak lebih sebagai upaya untuk menasionalismekan pemain keturunan Indonesia. Upaya tersebut diwujudkan ke dalam sepak bola.Â
Selain itu, empat pemain yang diincar oleh STY bermain di luar negeri yang mana secara level kompetisi jauh lebih bagus dari kompetisi lokal.Â
Inilah perbedaan naturalisasi di era STY dan naturalisasi pada era sebelumnya. Naturalisasi saat itu ialah mereka yang murni tidak memiliki darah Indonesia dan bermain di liga Indonesia.Â
Maka tidak heran jika pemain asing yang membela Indonesia adalah pemain yang tidak terpakai oleh negara asalnya. Jika pemain asing tersebut bagus, tentu negara asalnya akan memakai jasanya.Â
Untuk itu, kata naturalisasi bagi saya layak disematkan pada bangsa asing yang menjadi WNI. Hal itu juga dijelaskan di dalam UU Kewarganegaraan.
Pasal 1 menyebut bahwa pewarganegaraan alias naturalisasi adalah tata cara orang asing untuk memperoleh kewarganegaraan Indonesia. Syarat untuk mendapatkannya tidak mudah.Â
Di antaranya mereka (orang asing) yang ingin menjadi WNI harus tinggal di Indonesia selama 5 tahun berturut-turut atau 10 tahun tidak berturut-turut.
Akan tetapi, bagi pemain yang memiliki darah Indonesia bagi saya tidak tepat jika harus disebut naturalisasi. Saya lebih senang menyebutnya dengan frasa menasionlismekan.Â
Mengapa demikian? Hal itu karena jelas mereka memiliki darah Indonesia yang merupakan cikal bakal dari tumbuhnya rasa nasionalisme itu sendiri.Â
Mereka bermain karena jelas membela tanah leluhurnya. Bukan karena tidak terpakai oleh negara asal seperti pemain asing yang menjadi WNI.Â
Saya sendiri tidak setuju jika kita memakai pemain asing untuk timnas, karena akan menutup kesempatan bagi pemain lokal.
Akan tetapi, bagi mereka yang memiliki darah Indonesia mempunyai kesempatan sama untuk membela timnas Indonesia. Hal itu karena pada dasarnya mereka adalah orang Indonesia.Â
Program ini tidak lebih sebagai panggilan dari negara untuk membela tanah leluhur. Tanah di mana orang tua mereka besar dan tumbuh. Jadi, dengan alasan di atas saya mendukung apa yang dilakukan oleh STY.Â
Revisi UU Kewarganegaraan
Di dalam hukum kewarganegaraan, secara umum dikenal dua asas kewarganegaraan, yaitu asas ius sanguinis (pertalian darah) dan asas ius soli (tempat kelahiran).
Dari dua asas itu akan menimbulkan seseorang memiliki kewarganegaraan ganda dan tanpa kewarganegaraan. UU Kewarganegaraan yang berlaku saat ini tidak mengenal dua hal itu.Â
Persoalan naturalisasi akan selesai jika Indonesia menerapkan kewarganegaraan ganda. Kewarganegaraan ganda saat ini lazim digunakan oleh negara maju karena memberi keuntungan yang besar.Â
Misalnya India, banyak orang-orang India yang menempati posisi penting di perusahaan Amerika sana. Meskipun mereka berkarier di Amerika, tetap saja mereka sebagai orang India.Â
Keuntungan yang didapat oleh India tentu besar. Misalnya dari sisi pajak bahkan kepentingan negara, khususnya dalam hubungan bilateral kedua negara.Â
Seharusnya Indonesia menerapkan hal serupa, yaitu kewarganegaraan ganda. Di UU Kewarganegaraan sendiri dikenal kewarganegaraan ganda secara terbatas.Â
Hal ini memiliki kekurangan tersendiri, dalam Pasal 6 menyebut, seorang anak yang lahir dari perkawinan campuran harus memilih satu kewarganegaraan jika sudah berusia 18 tahun.Â
Pernyataan untuk memilih warga negara paling lambat 3 tahun, lewat dari itu maka akan menjadi WNA murni. Tentu untuk menjadi WNI harus mengikuti prosedur sebagaimana diatur dalam Pasal 9 yang rumit.
Begitu juga dengan Pasal 41, anak yang lahir sebelum UU ini diundangkan, untuk mendaftarkan diri sebagai WNI diberi waktu paling lambat 4 tahun. Jika lewat dari itu, maka akan menjadi WNA murni.Â
Empat pemain yang akan dipanggil oleh STY lahir sebelum UU ini disahkan. Maka secara matematis mereka menjadi WNA karena pendaftaran yang lambat tadi.Â
Jika Indonesia menerapkan kewarganegaraan ganda, tentu hal ini tidak akan menjadi persoalan. Setiap pemain yang memiliki darah Indonesia dan berkopetisi di luar negeri, tentu bisa dipanggil kapan saja tanpa proses naturalisasi.Â
Tentu saja hal ini akan menguntungkan bagi Indonesia sendiri khususnya dalam bidang olahraga. Untuk itu, kewarganegaraan tunggal sudah sepatutnya ditinggalkan.Â
Oleh karena itu, UU Kewarganegaraan harus direvisi dan mengganti kewarganegaraan ganda terbatas menjadi tidak terbatas demi menyesuaikan dengan perkembangan zaman.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H