Hal ini memiliki kekurangan tersendiri, dalam Pasal 6 menyebut, seorang anak yang lahir dari perkawinan campuran harus memilih satu kewarganegaraan jika sudah berusia 18 tahun.Â
Pernyataan untuk memilih warga negara paling lambat 3 tahun, lewat dari itu maka akan menjadi WNA murni. Tentu untuk menjadi WNI harus mengikuti prosedur sebagaimana diatur dalam Pasal 9 yang rumit.
Begitu juga dengan Pasal 41, anak yang lahir sebelum UU ini diundangkan, untuk mendaftarkan diri sebagai WNI diberi waktu paling lambat 4 tahun. Jika lewat dari itu, maka akan menjadi WNA murni.Â
Empat pemain yang akan dipanggil oleh STY lahir sebelum UU ini disahkan. Maka secara matematis mereka menjadi WNA karena pendaftaran yang lambat tadi.Â
Jika Indonesia menerapkan kewarganegaraan ganda, tentu hal ini tidak akan menjadi persoalan. Setiap pemain yang memiliki darah Indonesia dan berkopetisi di luar negeri, tentu bisa dipanggil kapan saja tanpa proses naturalisasi.Â
Tentu saja hal ini akan menguntungkan bagi Indonesia sendiri khususnya dalam bidang olahraga. Untuk itu, kewarganegaraan tunggal sudah sepatutnya ditinggalkan.Â
Oleh karena itu, UU Kewarganegaraan harus direvisi dan mengganti kewarganegaraan ganda terbatas menjadi tidak terbatas demi menyesuaikan dengan perkembangan zaman.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H