Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nomophobia: Kondisi Ketika Manusia Diperbudak Ponsel

24 Desember 2021   10:54 Diperbarui: 24 Desember 2021   16:55 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nomophobia, kondisi seseorang merasa cemas jika tidak berdekatan dengan ponsel. | Sumber: obsesionnews.com

Dalam sehari, berapa lama anda memegang ponsel? Dua jam? Tiga jam? Atau sepanjang hari? Jika anda tidak bisa lepas dari ponsel, maka anda menderita nomophobia.

Ponsel menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan kita untuk saat ini. Betapa tidak, dengan adanya ponsel maka ada dunia lain yang tecipta yaitu dunia maya. 

Apalagi ketika  internet hadir, maka setiap orang bisa melakukan aktivitas secara daring di dunia maya. Mulai dari main game, berselancar di media sosial, streaming film, hingga pekerjaan yang tak lepas dari ponsel. 

Namun, disadari atau tidak kondisi itu membuat manusia ketergantungan pada ponsel. Akibatnya, sebagian manusia merasa cemas jika ponsel tidak ada disekitarnya. Jika sudah begitu, maka kamu disebut sebagai nomophobia.

Apa itu Nomophobia

Nomophobia adalah kondisi di mana ketika seseorang merasa cemas saat tidak bisa mengakses ponsel atau layanan ponsel. Pada intinya, orang yang mengalami nomophobia merasa cemas atau takut jika ponsel tidak berada di dekatnya. 

Nomophobia berasal dari kata no mobile phone phobia. Istilah ini muncul pertama kali pada tahun 2008 dalam penelitian yang dilakukan oleh SecurEnvoy. 

Penelitian ini dilakukan untuk melihat rasa gelisah pengguna ponsel di Inggris. Di dalam penelitian itu, efek terlalu lama memakai ponsel bisa berakibat pada kesehatan mental. 

Selain kesehatan mental, terlalu lama memakai ponsel bisa mengakibatkan orang untuk melakukan hal yang ilegal. Misalnya mengakses situs-situs ilegal yang telah diblokir oleh pemerintah. 

Dalam publikasi lain yang diterbitkan oleh Monash University mengungkapkan beberapa bentuk nomophobia. Dari 2883 responden, 8 dari 10 responden mengalami nomophobia tingkat ringan hingga menengah.

Enpat dari 10 responden menghabiskan waktu bermain ponsel 3-4 jam sehari. Jika waktu bermain ponsel semakin lama, maka tingkat nomophobia pun semakin parah. 

Umunya para penderita nomophopia yang parah ini berusia 18-25 tahun. Maklum saja pada usia ini tidak bisa hidup tanpa ponsel karena lahir di era teknologi yang tengah pesat. 

Dari studi di atas, orang yang mengalami nomophobia parah 10 kali lebih mungkin memakai ponsel di tempat terlarang, dan bahkan 14 kali lebih mungkin bermain ponsel saat berkendara.

Padahal, bermain ponsel saat berkendara berbahaya. Tidak sedikit kecelakaan lalu lintas terjadi karena pengemudi bermain ponsel. Akibatnya, nyawa orang lain terancam. 

Salah satu contoh paling baru adalah kecelakaan LRT Jabodetabek. Di dalam uji coba itu, LRT tersebut mengalami kecelakaan karena teknisi bermain HP. 

Tidak ada yang pasti mengapa orang bisa terjebak ke dalam nomophobia. Namun, ada beberapa alasan mengapa phobia ini bisa muncul. Pertama, kebanyakan dari kita menghabiskan waktu terlalu banyak dengan ponsel. 

Selain dompet yang berisi identitas, ponsel adalah barang lain yang wajib dibawa. Maka ketika ada waktu luang, tidak sedikit dari kita menghabiskan waktu itu untuk bermain media sosial dan mengecek notifikasi seperti email dan lainnya. 

Kedua, ponsel menjadi penunjang aktivitas. Salah satunya untuk belajar. Tidak ada salahnya memakai ponsel sebagai penunjang itu, tapi jika terlalu sering akan ketergantungan. 

Memang tujuannya untuk memudahkan, tapi jika hal itu dilakukan terus-menerus akan berakibat buruk. Misalnya minat literasi akan kurang, karena dengan jalan pragmatis tadi kita tidak perlu repot membaca buku yang tebal. 

Tentu saja hal itu tidak baik karena tidak memanfaatkan potensi akal yang diberi oleh Tuhan YME. Sama seperti otot, jika otak tidak dilatih secara rutin misalnya dengan membaca, ya jelas akan kaku. 

Ketiga, saat ini adalah zamannya di mana teknologi menguasai dunia. Jadi, setiap hari kita menjadi akrab dengan teknologi. Sebetulnya, teknologi diciptakan untuk membantu aktivitas manusia agar lebih efektif dan cepat.

Akan tetapi, jika kita tidak bijak dengan teknologi maka kita akan menjadi budak dari teknologi. Seharusnya teknologi dikuasai oleh kita, tapi untuk beberapa orang justru teknologi yang menguasainya. 

Pada titik inilah manusia diperbudak oleh teknologi. Kondisi ini terjadi jika rasa ketergantungan dan candu muncul sampai mengesampingkan kondisi lingkungan sekitar. 

Ciri-ciri nomophobia

Setelah mengetahui apa itu nomophobia dan penyebabnya, lalu seperti apa ciri-ciri nomophobia? Berikut ulasannya. 

Gejala nomophobia bagi setiap orang berbeda. Hal itu tergantung dari tingkat nomophobia itu sendiri. Namun, ada beberapa gejala umum yang tejadi. 

Ketika ponsel berada di saku, tiba-tiba kita merasa bahwa ponsel bergetar. Padahal tidak ada notifikasi sama sekali. Hal itu akan mendorong seseorang untuk membuka ponsel lalu larut bermain ponsel dalam waktu cukup lama. 

Ciri lainnya adalah, ketika ponsel tertinggal maka rasa cemas dan panik muncul. Mungkin kita pernah melihat seseorang yang khawatir bahkan konsentrasinya buyar karena ponsel tertinggal. 

Jika sudah begitu, maka bisa dipastikan mereka mengidap nomophobia. Intinya, orang yang mengalami nomophobia akan kalang kabut jika ponsel tertinggal. 

Batasi diri

Saat ini, ponsel menjadi teman akrab bagi setiap orang. Mungkin ponsel menjadi kebutuhan pokok untuk saat ini. Kondisi itu membuat seseorang mengalami satu fenomena yang tidak ada sebelumnya.

Misalnya phubbing dan nomophobia. Agar terhindar dari dua penyimpangan di atas, maka cara yang paling utama ya batasi diri dengan ponsel. 

Jika ponsel memang dipakai untuk penunjang aktivitas seperti bekerja, maka di luar jam kerja kita harus bisa lepas dari ponsel. Seperti yang sudah dijeskan di atas, teknologi sejatinya untuk membantu kebutuhan manusia. 

Jika kebutuhan itu terpenuhi misalnya menyelesaikan tugas tertentu, di luar itu kita harus bisa lepas dari belenggu ponsel. 

Selain itu, ada beberapa kondisi di mana kita harus lepas dari ponsel dan itu harus dilakukan. Misalnya ketika di kamar mandi, saat ibadah, bahkan saat makan. 

Dalam beberapa keadaan itu, ponsel harus jauh dari kita. Jika ponsel ada di sekitar, bukan tidak mungkin kita akan tergoda untuk memainkannya. 

Kondisi yang paling penting untuk jauh dari ponsel adalah saat hendak tidur. Satu jam sebelum tidur, kita harus lepas dari ponsel, atau simpan ponsel di tempat jauh yang sulit dijangkaku tangan kita. 

Percayalah, jika berhasil dengan cara itu maka tidurmu akan berkualitas. Ketika bangun, tubuh akan terasa segar dan siap berkativitas kembali.

Jika sulit dengan cara di atas, sebaiknya datang ke psikiater untuk mendapat penanganan yang lebih intens dari ahli. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun