Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mencoba Meluruskan Vonis Percobaan Rachel Venya

20 Desember 2021   20:00 Diperbarui: 20 Desember 2021   20:40 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rachel Venya. Sumber: KOMPAS.com

Menulis vonis Rahcel Venya yang sudah basi memang kurang menarik. Tapi, ada satu alasan mengapa saya ingin mengulas masalah ini dan ditulis dalam artikel kali ini. 

Vonis percobaan Rachel Venya dengan pertimbangan sopan mendapat sorotan dari netizen. Banyak publik figur yang secara terang-terangan menyindir vonis tersebut. 

Selain publik figur, banyak juga netizen yang menyindir pertimbangan hakim tersebut. Ada satu meme yang membandingkan seorang nenek sampai memohon pada hakim, tapi tetap divonis penjara karena mencuri. 

Beberapa komedian pun menyindir hal ini dalam aksi komedinya. Atau sekedar cuap ria di twitter. Maklum saja, vonis yang diterima Rachel Venya dinilai tidak mencerminkan rasa keadilan. 

Dngan alasan sopan Rachel Venya divonis 4 bulan penjara dengan masa percobaan 8 bulan dan denda 40 juta. Dengan vonis itu, Rachel tidak perlu menjalani masa penjara. 

Sayangnya, bagi saya ada yang keliru dalam memahami vonis tersebut. Salah satunya terkait pertimbangan hakim yang dinilai janggal. 

Saya sendiri merasa gemas dengan meme atau tweet tersebut. Untuk itu, saya akan mencoba mengulas di sini sesuai dengan kapasitas saya.

Di sini, saya bukan seorang pembela Rachel, tapi hanya ingin meluruskan persepsi yang selama ini keliru dan terus berkeliaran di publik. 

Vonis percobaan

Rachel Venya divonis 4 bulan penjara dengan masa percobaan 8 bulan serta denda 40 juta. Maksud dari masa percobaan adalah, selama 8 bulan itu Rachel harus taat hukum dan tidak boleh melanggar hukum. 

Jika dalam masa percobaan itu Rachel melanggar hal yang sama, maka langsung dipenjara selama 4 bulan tanpa harus sidang lagi. Tapi, masa percobaan ini salah diartikan dengan menyebut bebas. 

Vonis bebas dan percobaan adalah dua hal yang berbeda. Vonis bebas adalah jika seseorang tidak terbukti bersalah di muka persidangan. Hal itu bisa saja karena kurangnya alat bukti.

Rachel Venya telah divonis, namun vonis percobaan bukan bebas. Hal itu bisa dilihat dari segi denda yang harus dibayar oleh sang selebgram. Sekali lagi, Rachel tidak bebas tapi harus menjalani masa percobaan.

Pertimbangan hakim

Dalam vonis, tentunya hakim selalu memberi pertimbangan terkait hal yang memberatkan dan meringankan. Bagi yang pernah membaca putusan pengadilan, tentu tidak asing dengan alasan sopan.

Terkait pertimbangan yang meringankan terdakwa, itu murni kewenangan yudikatif hakim. Biasanya di dalam vonis hal yang meringankan seperti sopan, koperatif, tidak pernah dipidana sebelumnya, dan memberi keterangan yang tidak berbelit-belit adalah lumrah. 

Tidak ada yang aneh dengan alasan itu. Meskipun di sisi lain, bagi saya sopan memang keharusan. Tapi, di sinilah salah kaprahnya. 

Banyak yang menyebut jika vonis percobaan yang dinilai bebas itu karena Rachel bersikap sopan. Padahal tidak demikian, alasan sopan tidak membuat Rachel menjalani masa percobaan. 

Lalu mengapa Rachel bisa mendapat vonis seperti itu? Apakah karena uang atau status sebagai seorang selebgram? Untuk masalah ini, kita harus melihat tuntutan yang dibacakan jaksa. 

Di dalam tuntutan itu, jaksa menuntut dengan Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan. Di dalam pasal tersebut, ancaman pidana yang tertera adalah maksimal 1 tahun penjara. 

Tentu hakim tidak boleh menjatuhkan vonis di atas satu tahun penjara karena menyalahi ketentuan. Lalu, bagaimana dengan masa percobaan itu? 

Terkait masa percobaan diatur di dalam Pasal 14a KUHP. Pidana bersyarat atau percobaan dapat dijatuhkan dengan ancaman penjara maksimal satu tahun atau kurungan. 

Sederhananya, di dalam ketentuan itu dijelaskan bahwa apabila seorang dihukum penjara maksimal satu tahun atau kurungan, maka hakim dapat menentukan bahwa hukuman itu tidak dijalankan.

Hakim bisa menjatuhkan pidana apabila sebelum masa percobaan itu habis, orang yang bersangkutan melakukan tindak pidana atau selama masa percobaan itu tidak memenuhi syarat yang ditentukan. 

Jadi, masa percobaan itu sendiri lahir dari tuntutan di atas yang diancam dengan penjara maksimal satu tahun, dan di KUHP ada ketentuan seperti yang tertera di dalam Pasal 14a tadi. 

Tidak ada hubungannya sama sekali antara sopan dengan vonis percobaan. Inilah kekeliruan yang tersebar selama ini dan terus berkembang.

Apalagi opini itu dihembuskan oleh publik figur yang memiliki pengikut banyak. Akhirnya kekeliruan itu terus menyebar sampai saat ini dan tidak bisa dibendung. 

Pahit memang, tapi itulah aturan yang berlaku. Sebenarnya, vonis percobaan dijatuhkan pada pelanggaran yang sifanya ringan atau melanggar administratif saja. 

Kewajiban karantina adalah soal ketaatan administrasi. Jadi, menurut hemat saya inilah yang mendasari hakim mengapa vonis percobaan dijatuhkan pada Rachel. Sekali lagi, bukan karena alasan sopan. 

Publik justru malah menyorot hal yang lumrah. Mungkin saja awam dan belum pernah datang ke pengadilan untuk mendengar vonis, atau sekedar membaca putusan pengadilan. 

Bagi yang bergelut dengan dunia hukum, alasan itu tidak aneh sama sekali. Di sini saya bukan ingin menggurui tapi hanya ingin meluruskan. Salah satu hal yang luput dari netizen jusru aksi Rachel yang memberi uang pada oknum TNI. 

Mengapa bukan hal ini yang disuarakan, tapi ya saya hanya bisa berasumsi jika publik dan beberapa pegiat hiburan awam dengan hukum. Meskipun saya pribadi, apa yang dilakukan Rachel maupun oknum TNI lebih tepat disebut pungli. 

Untuk disebut suap, tentu ada indikator kerugian negara maupun kepentingan umum. Kasus ini kurang lebih seperti oknum polisi yang meminta uang ketika menilang seseorang. Jadi, bagi saya ini pungli. 

Untuk itu, kasus pungli yang melibatkan oknum TNI dan pegawai DPR harus diberi sanksi tegas. Khususnya dari lembaga yang menaunginya. Setidaknya pihak yang terlibat dalam kasus Rachel harus diberi sanksi secara internal yaitu sanksi kode etik. 

Jadi, selain diusut ke pengadilan, internal TNI maupun Staff DPR yang pegawainya terlibat dalam kasus ini harus diberi sanksi kode etik dengan tegas. Misalnya mutasi atau penundaan jabatan.

Mungkin inilah yang bisa saya ulas, bukan maksud ingin menggurui, tapi saya hanya gatal saja terkait persepsi salah yang selama ini berkeliaran di dunia maya. Semoga bermanfaat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun