Terdapat sistem yang harus diubah, misalnya sistem pengupahan, kebijakan pemerintah, kondisi ekonomi, hingga pendidikan. Jadi, faktor-faktor tersebut merupakan hal terpenting yang menunjang keberhasilan seseorang.Â
Buktinya teman saya sebagai seorang sales, meskipun ia bekerja keras, bekerja tanpa libur, tetap saja gaji yang diterima ya UMR.Â
Di sisi lain, jika para karyawan ini tak mencapai target sering dianggap gagal dan akan di rolling atau dipindah ke toko lain.Â
Pada titik inilah hustle culture telah menentukan bahwa penjualan menjadi tanggung jawab individu. Mereka yang tidak berhasil menjual produk dianggap tidak bekerja keras. Padahal kondisi pasar dan ekonomi berpengaruh.Â
Jadi, itu sebabnya kerja keras adalah buaian kesuksesan dari si bos. Hal itu tidak salah, tapi latar belakang seseorang tentu berbeda. Â Seorang petani yang bangun pagi bekerja hingga sore hari, tetap saja kehidupannya seperti itu.Â
Kurang kerja keras apa mereka, tapi tetap saja kehidupan mereka ya biasa. Itu sebabnya faktor eksternal seperti kebijakan pemerintah begitu berpengaruh. Jadi, intinya bekerja sesuai kebutuhan saja.Â
Mungkin pada titik ini jargon seperti kerja, kerja, kerja lalu tipes ada benarnya.Â
Cara Menghindari Hustle Culture
Beberapa riset menyebut bahwa hustle culture tidak baik bagi kesehatan kita. Beberapa penyakit seperti hipertensi bisa saja datang karena gaya hidup ini. Untuk itu, berikut beberapa tips agar tidak terjebak oleh gaya hidup hustle culture.Â
1. Bekerja untuk hidup bukan sebaliknyaÂ
Marx Menyebut bahwa esensi manusia ya bekerja. Tapi, bekerja ya sewajarnya. Jangan sampai hidup hanya didedikasikan untuk bekerja.Â
Bekerja untuk menghidupi kebutuhan kita, jadi periksa kembali daftar tugas kamu. Jika menyita banyak waktu, sebaiknya luangkan untuk istirahat.Â
2. Tak perlu membandingkan diri dengan orang lain
Mempunyai role model dalam hidup tak buruk. Tapi, kita harus realistis, semua orang memiliki garis start yang berbeda. Latar belakang seseorang juga berpengaruh.Â