Seorang mahasiswi jurusan Hubungan Internasional (HI) Universitas Riau diduga mengalami pelecehan seksual oleh dosen pembimbing skripsinya.Â
Di dalam cuitannya, korban yang berinisial L menceritakan kejadian yang menimpa dirinya. L tengah bimbingan skripsi dan di ruangan hanya ada L dan sang dosen pembimbing saja.Â
Setelah bimbingan skripsi, L mengaku dipegang pundaknya, kemudian dicium di bagian kening dan pipi. Sang dosen malah disebut mencari bibir L, tentu kondisi itu membuat L ketakukan.Â
Kejadian ini kemudian berbuntut panjang, L melaporkan kejadian itu pada polisi. Di sisi lain, sang dosen membantah kejadian itu dan ia menduga ada dalang di balik itu yang berusaha mencemarkan nama baiknya.
Kejadian di atas bukan hal baru, pelecehan seksual yang terjadi di dunia pendidikan kerap kita dengar dan tidak tahu ujungnya kemana. Di sisi lain, instansi pelayanan publik lain kerap muncul kasus seperti ini.Â
Kasus pelecehan seksual yang terjadi di instansi pendidikan hanya mencoreng dunia pendidikan kita. Hal itu jelas tidak mencerminkan pendidikan itu sendiri yang selalu menekankan budi pekerti dan akhlak yang luhur.Â
Kejadian di atas hanya salah satu kasus pelecehan seksual yang terjadi di dunia pendidikan. Kasus pelecehan seksual yang terjadi di dunia pendidikan memang sulit untuk ditangani, apalagi dari segi regulasi.
Kemendikbud lantas mengeluarkan Permendikbud No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Peraturan tersebut diharapkan menjadi tameng agar para mahasiswa lebih aman dan nyaman dalam menjalankan pendidikan. Namun, seperti biasa, di negara kita pro kontra kerap terjadi.Â
Majelis Ormas Indonesia (MOI) justru menolak peraturan tersebut. MOI menyebut bahwa peraturan yang diterbitkan oleh Kemendikbud tersebut melegakan zina dan seks bebas.Â