Tindakan yang represifÂ
Entah alasan apa yang membuat mural-mural tersebut dihapus. Bisa saja ini dilatar belakangi oleh peraturan daerah di wilayah bersangkutan.Â
Mungkin juga kita bisa berasumsi, salah satu mural tersebut merendahkan presiden. Tapi, bagi saya tidak tepat. Apalagi jika dimasukan pada penghinaan, karena jelas itu delik aduan. Toh Pak Jokowi juga adem-adem aja.Â
Jika alasan itu karena dianggap merendahkan simbol negara, jelas keliru. Presiden bukan simbol negara, simbol negara ialah Pancasila. Hal itu sudah diatur jelas dalam UU No. 24 tahun 2009.
Tindakan tersebut bagi saya berlebihan. Meskipun katakanlah ada satu perda yang dilanggar, seharusnya aparat penegak hukum harus melakukan pendekatan yang lebih humanis.Â
Pendekatan yang humanis lebih bisa diterima oleh masyarakat. Beda halnya dengan pendekatan represif, tidak heran jika sebagian kalangan menilai hal itu sebagai bentuk kepanikan pemerintah.Â
Tindakan tersebut juga seakan-akan membuat pemerintah menjadi antikritik. Padahal Pak Jokowi sendiri yang meminta kritik pedas dari masyarakat.Â
Banyak juga yang menganggap bahwa mural dianggap sebagai vandalisme. Padahal bagi saya berbeda. Vandalisme jelas tindakan yang dilarang.Â
Vandalisme sendiri perbuatan yang merusak atau mengotori khususnya fasilitas umum. Tidak ada pesan apapun di balik vandalisme.Â
Sedangkan mural tidak demikian, dalam mural setidaknya ada satu pesan yang disampaikan di dalamnya. Setidaknya itu menurut hemat saya.Â
Padahal di negara lain, mural merupakan hal yang biasa. Bahkan menjadi media para seniman untuk menyampaikan kritik pada pemerintah.Â