Otomatis, polisi tersebut memanggul sepedanya dan berjalan kekusasahan di jalan kecil tersebut. Karena gerak-gerik Bung Karno selalu diawasi, akhirnya Bung Karno memilih rumah pelacuran guna menyamarkan rapat.
Tidak ada cara lain karena ruang gerak dipersempit. Tempat pelacuran dipilih bukan tanpa alasan, Bung Karno juga memanfaatkan para pelacur tersebut sebagai mata-mata. Para pelacur tersebut mengorek semua informasi para polisi kemudian disampaikan kepada Bung Karno.
Selain gerak-gerik yang diawasi, para pejuang kita juga ditodong dengan ancaman hukum pidana. Bagi siapa saja yang dianggap menyebarkan rasa permusuhan atau kebencian baik tertulis maupun secara tidak.Â
Baik berhubungan langsung atau tidak langsung dengan kegiatan untuk menghasut pemberontakan terhadap pemerintah Belanda, maka bisa dikenakan hukuman 7 tahun penjara.
Ancaman tersebut jelas merugikan, bagaimana tidak. Para pejuang kita sejatinya menuntut kemerdekaan, tetapi Belanda dengan licik membentenginya dengan hukum. Aturan tersebut sejatinya hanya pembungkaman kebebasan semata, sangat berbau kolinialisme.
Aturan tersebut dipakai guna mempertahankan kolonialisme Belanda.
Penjara atau tempat pembuangan bukan hal baru bagi para pejuang kemerdekaan. Itu sudah menjadi risiko yang harus dihadapi baik secara fisik maupun mental.
Bung Karno akhirnya ditangkap di Solo. Jelas dasar penangkapan ini adalah aturan kolonialisme di atas. Bung Karno akhirnya ditahan di Bandung tepatnya di Lapas Banceuy.
Selain Bung Karno, tiga rekannya dari PNI yaitu Gatot Mangkupraja, Maskun, dan Supriadinata juga ikut ditahan. Banceuy bukanlah lapas mewah, Banceuy sendiri berada di tengah Kota Bandung.
Banceuy terdiri dari dua macam sel, sel untuk tahanan biasa dan untuk tahanan politik. Untuk tahanan biasa, sel tersebut tidak ada alas apapun kecuali tikar. Berbeda dengan sel untuk tahanan politik, masih disediakan sebuah Kasur.
Sel yang ditempati oleh Bung Karno tersebut sampai saat ini masih terawat. Bahkan, beberapa organisasi seperti GMNI yang memang Soekarnois sering mengadakan rapat atau seminar di halaman lapas Banceuy.
Hari pengadilan tiba. Bung Karno beserta tiga rekannya akan segera diadili. Sebelum persidangan dimulai, Bung Karno terlebih dahulu mempersiapkan pidato pembelaannya, mungkin untuk saat ini disebut dengan pledoi.