Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Buku Dongeng Pendobrak Imajinasi, TTS Penambah Kosa Kata

20 Mei 2021   10:12 Diperbarui: 20 Mei 2021   10:21 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertama kali saya mengenal huruf adalah sebelum sekolah. Jika pada usia di bawah lima tahun lazimnya sudah masuk TK, tidak demikian dengan saya. Saya tidak masuk TK karena keuangan saat itu kurang memadai. 

Biaya pendidikan dikhususkan untuk kakak saya yang hendak masuk SMP dan SMA. Sebelum saya masuk SD. Bapak saya telah memperkenalkan huruf pada saya. Bapak saya membuat huruf alfabet dari karton. 

Tidak lupa dengan angka dari nol sampai sembilan. Kakak saya kemudian mengajarkan saya mengeja, dan setelah lancar mengeja saya akhirnya bisa membaca. Meskipun tidak masuk TK, ketika sudah SD saya sudah bisa membaca. 

Hal itu tidak lepas dari kebiasaan kakak saya yang setiap malam selalu mengajarkan membaca. Sebelum sekolah, saya juga sudah diajarkan menulis. 

Bagaimana cara memegang pensil yang baik, alhasil tembok rumah menjadi media tulis saya waktu itu. Bahkan lipstik yang dipakai ibu saya digunakan untuk menulis di tembok. 

Kebiasaan lain sebelum tidur adalah, saya selalu meminta cerita kepada ibu saya. Kemudian ibu saya bercerita tentang kisah kura-kura dan monyet.

Saya begitu khidmat ketika ibu saya menceritakan betapa uletnya kura-kura dalam berkebun. Hal yang berbeda dilakukan oleh monyet, monyet hanya merusak kebun si kura-kura. 

Karena bosan diminta untuk bercerita, akhirnya ibu saya membelikan buku dongeng anak. Bukan buku, tetapi majalah, yaitu majalah bobo. Karena saya sudah bisa membaca, jadi lebih baik diberi buku langsung. 

Ketika membaca buku dongeng, pikiran saya waktu itu berfantasi ke mana-mana. Seolah masuk dalam cerita itu. Akan tetapi, waktu itu saya hanya bisa menikmati ceritanya saja. 

Dongeng adalah media terbaik untuk menyampaikan nilai kebajikan.

Padahal dalam setiap dongeng ada pesan moral yang selalu disampaikan. Perlahan kakak saya memberi tahu perihal ini, dan mengajarkan kepada saya untuk bisa menangkap pesan moral dari setiap dongeng. 

Perkenalan dengan dongeng itulah yang membuat imajinasi kecil saya menjadi aktif. Saya selalu menuangkan itu dalam bentuk gambar. Sehingga selain membaca dongeng, menggambar menjadi media untuk menumpahkan imajinasi. 

Meskipun dalam sebuah majalah terdapat gambar, tetapi untuk setiap tempat yang tidak dijelaskan dengan gambar. Saya mempunyai imajinasi tersendiri terkait itu, kemudian menggambarnya. 

Perihal menggambar, bisa dibilang cukup jago pada saat itu, apalagi menggambar tokoh kaetun. Tetapi sekarang tidak sama sekali. Perkenalan dengan buku lain terjadi setelah masuk SD. 

Seiring naiknya kelas, maka buku yang dilihat menjadi beragam. Buku kesukaan saya adalah atlas. Saya selalu melihat peta-peta dan menghafal ibu kota setiap negara. Ketika diberi tugas menggambar, saya hanya menggambar peta. 

Entah itu pulau, provinsi atau sebuah negara. Atlas memang menyimpan banyak informasi mendasar. Baik itu luas wilayah, ibu kota, bendera negara dan masih banyak lagi. 

Ketika SD dulu kakak saya selalu mengisi Teka-Teki Silang (TTS). Itu hanyalah buku yang berisi permainan kata, di mana kata tersebut akan saling terhubung satu sama lain membentuk kata-kata lain. 

Awalnya saya tidak tahu untuk apa itu TTS. Kemudian saya memperhatikan kakak saya yang setiap hari mengisi waktunya dengan bermain TTS. 

Karena tidak tahu, akhirnya saya hanya bisa melihat dan memperhatikan setiap pertanyaan yang dijawab oleh kakak saya. Dari situlah insting anak kecil yang selalu bertanya muncul. 

Saya selalu bertanya setiap ada kata dalam kotak yang tidak dimengerti. Kakak saya menjelaskan itu dengan baik, jadilah kosa kata saya bertambah. Meskipun tidak tahu betul maksud dari setiap kata. 

Akan tetapi perbendaharaan kata menjadi bertambah setiap kakak saya mengisi TTS. Sampai akhirnya ketika SMP, saya selalu menyisihkan uang jajan hanya untuk membeli TTS. 

Setiap pulang sekolah hanya mengisi TTS. Buku tipis tersebut kini sudah jarang ditemui, mungkin mengisi TTS sudah tidak laku lagi. Dan sebagian anak sekarang mungkin saja ada yang asing dengan TTS. 

Padahal TTS menyimpan banyak informasi, khususnya kosa-kata menjadi bertambah. Selain kosa-kata, kita juga menjadi tahu makna dari kata yang tercantum dalam setiap pertanyaan. 

Kedua buku itulah yang pernah mengisi waktu saya saat kecil. Ketika sudah cukup dewasa, khususnya ketika SMA. Maka bacaan pertama saya adalah novel, ya novel remaja. 

Hal itu semata-mata untuk menjadi jembatan pada tingkat bacaan lain. Selain itu, membaca novel hanya untuk menciptakan kebiasaan membaca. Ketika kebiasaan itu muncul, maka akan mencari jenis bacaan yang baru. 

Maka kini bacaan tidak hanya sebatas sastra, tetapi sudah merasuk pada ilmu lain yang memberikan wawasan begitu luas. Saya sebisa mungkin menciptakan kebiasaan untuk membaca. 

Minimal satu hari harus membaca, jika kebiasaan itu dilakukan terus berulang-ulang maka secara otomatis otak kita akan melakukan hal itu. Tanpa berpikir lagi, karena pola kebiasaan itu sudah terekam dalam memori otak kita. 

Untuk itu, menciptakan kebiasaan membaca dengan bacaan fantasi penting. Hal itu menjadi dasar untuk menciptakan kebiasaan membaca pada jenis bacaan di luar fantasi. Jika kebiasaan itu muncul, maka tingkat bacaan dan jenis bacaan akan melebar dan meluas. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun