Setelah pergundikan itu, kemudian Herman Mellema mengajarkan Sanikem membaca, menulis, menghitung bahkan bersolek. Diceritakan juga sebelum tidur, Sanikem selalu membaca majalah terlebih dahulu.
Dikisahkan dalam novel bumi manusia, Sanikem memiliki berbagai macam buku, majalah, dan koran. Bahkan bacaan tersebut didominasi oleh bahasa Belanda. Jarang sekali rumah seorang pribumi menjadikan buku sebagai pajangan.
Karya-karya sastra yang asing di telinga pribumi justru telah dibacanya. Sanikem juga menyinggung nama Multatulli dan karyanya yang mashur yaitu Max Havelaar.
Bagaimana bisa orang yang tidak menyentuh pendidikan formal sedikitpun bisa mempunyai pengetahuan luas. Bahkan di dalam novel itu, Minke selaku tokoh utama banyak belajar pada nyai.
Minke adalah seorang siswa HBS. HBS adalah sekolah yang ternama, tidak semua orang bisa masuk sekolah tersebut. Tetapi di dalam novel tersebut, Nyai Ontosoroh dijadikan panutan oleh Minke.
Sanikem di dalam novel ini mempunyai karakter yang kuat. Karakter yang tangguh. Sesuatu hal yang tidak dimiliki oleh wanita pribumi pada saat itu. Sanikem adalah buah hasil pemikiran modern di zaman yang tertinggal.
Kehilangan kehormatan karena dijual oleh ayah kandungnya tak lantas membuat Sanikem terpuruk dan pasrah pada keadaan. Ia bangkit dan bertekad menentukan nasibnya sendiri. Bahkan berpedoman pada Revolusi Prancis, yaitu kebebasan, persamaan, persaudaraan.
Sanikem dengan bijak memanfaatkan kekayaan dan akses pengetahuan yang dimiliki oleh Herman Mellema. Hasilnya, bukan saja ia kemudian menguasai bahasa Belanda laiknya kaum terpelajar di Hindia Belanda saat itu.
Sanikem juga piawai mengerjakan urusan-urusan perkantoran. Dia prigel mengerjakan semua urusan bisnis, dari soal managemen organisasi kantor, pembukuan keuangan, perdagangan, hingga soal administrasi dan surat-menyurat.
Sebuah keahlian yang di masa itu bahkan masih jarang dimiliki oleh kaum laki-laki sekalipun. Meskipun darah biru nisbi tak mengalir di tubuhnya, Nyai Ontosoroh juga pandai bersolek laiknya kaum aristokrat di Eropa sana.
Sekalipun memiliki atribut “nyai”, dan memang demikianlah wanita itu mau disebut, bukanlah dicitrakan sebagai perempuan rendahan. Tetapi sanikem tidak demikian, dia bukan sekedar nyai biasa, bukan juga istri gundik biasa.