Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Friedrich Nietzsche, Sang Pembunuh Tuhan yang Gagal Move On

5 April 2021   10:11 Diperbarui: 5 April 2021   11:28 951
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Friedrich Nietzsche. Via idtimes.com

Cinta, setiap manusia pasti mempunyai rasa cinta, karena manusia diciptakan atas dasar cinta, kita tidak bisa membantah ini. 

Cinta bukan hanya sebatas orientasi terhadap lawan jenis. Tetapi lebih dari itu, cinta akan bangsa, cinta akan pekerjaan, kepada orangtua dan sebagainya. Terkadang cinta juga mendatangkan petaka. 

Cinta tanah air yang berlebihan dan menyepelekan bangsa lain hanya akan mendatangkan bencana. Bahkan karena cinta, orang rela duel satu lawan satu sampai hancur lebur. Itulah cinta yang mendatangkan petaka. 

Tema tentang cinta memang laku di pasaran, terutama di kalangan muda mudi. Dari cinta ini pula muncul istilah cinta buta, ghosting, move on, mantan dan teman-temanya. 

Maka tema-tema tentang cinta biasanya laku, entah itu film, musik, novel, atau tukang twitt perihal cinta dengan kata-kata melankolisnya.

Tetapi, tidak semua orang bisa sukses dalam dunia percintaan. Bahkan ada yang gagal dalam dunia ini, tidak tanggung-tanggung orang yang gagal akan percintaan ini merupakan sosok filsuf yang cinta akan kebijaksanaan.

Dialah Friedrich Nietzsche. Bagi yang menyenangi filsafat tentunya tidak asing dengan nama di atas. 

Nietzsche dilahirkan pada tanggal 15 Oktober 1844 di Roecken, Jerman. Orangtuanya adalah Carl Ludwig Nietzsche (1813-1849), seorang pastor Lutheran yang keras dan istrinya

Franziska, nama gadisnya Oehler (1826-1897). Ia diberi nama untuk menghormati kaisar Prusia, Friedrich Wilhelm IV yang memiliki tanggal lahir yang sama. Adik perempuannya, Elisabeth, dilahirkan pada tahun 1846.

Setelah kematian ayahnya pada tahun 1849 dan adik laki-lakinya, Ludwig Joseph (1848-1850), keluarga ini pindah ke Naumburg dekat Saale. Nietzsche merupakan salah satu tokoh eksistensialisme.

Filsafat Nietzsche adalah filsafat tentang cara memandang 'kebenaran' atau dikenal dengan istilah filsafat perspektivisme.

Nietzsche berpikir secara radikal perihal kebenaran ini. Salah satunya terhadap kebenaran moral yang dianggap mutlak oleh masyarakat. 

Menurut Nietzsche, kebenaran yang ada pada zamannya diciptakan oleh segelintir orang suci. Kebenaran yang dibawa oleh orang-orang suci tersebut dianggap absolut oleh masyarakat, dan mereka lupa bahwa orang suci tersebut bukan menciptakan kebenaran tetapi menemukan kebenaran. 

Katanya, kebenaran absolut itu kebenaran yang naturalis. Yang kuat akan bertahan dan yang lemah akan tersingkir, itulah kebenaran naturalisis.

Tetapi, setelah datangnya kebenaran atau moral yang dibawa oleh orang suci tadi, kebenaran absolut tersebut menjadi salah. Bahwa orang kuat harusnya melindungi orang lemah.

Moralitas tersebut hanya membuat manusia menjadi bermental budak bukan bermental tuan. Kebenaran tersebut di zamannya menjadi dominan, dan bagi Nietzsche itu merupakan suatu kemunduran dari sisi peradaban. 

Moralitas tuan menjadikan kita untuk berani setara, menjadi orang hebat, berkembang yang mengikuti will to power nya. Oleh karenanya agama hanya akan menciptakan manusia bermental budak, ya katanya begitu. 

Selain itu, norma-norma mutlak dalam agama itu konstruksi sosial, dirumuskan oleh orang-orang yang mempunyai sudut pandang terbatas.  Karena kita sudah mengetahui akan kebenaran tadi, lebih baik kita menciptakan atau memaknai hidup kita sendiri.

Oleh karenanya agama hanya menciptakannya manusia bermoral budak, dan tentunya setiap budak itu ingin kebebasan atau merdeka, dan bebasnya budak ya keluar dari kekangan si majikan. 

Akhirnya dari sinilah sampai pada kesimpulan Tuhan telah mati. Bagi Nietzsche, Tuhan akan mati dengan sendirinya oleh sains. Tetapi, tidak adanya Tuhan, moral mutlak.  Akan ada sebagian orang yang kehilangan arah, karena tidak mempunyai pegangan hidup. 

Nietzsche juga terkenal dengan konsep nihilisme nya, dunia yang ideal adalah dunia nihilsme dan konsep ubermensch (manusia unggul). Nah si manusia unggul itulah yang akan bertahan dalam kondisi tersebut.

Kira-kira begitulah isi pemikiran Nietsche dari sudut pandang penulis yang terbatas ini. Tetapi, pemikiran hebat itu tidak berbanding lurus dengan kisah percintaannya.

Ketika itu, Nietzsche menderita penyakit misterius yang menimpa dirinya. Ditambah lagi kegagalan kisah cintanya yang terbilang cukup tragis. 

Dikisahkan ia pernah atuh cinta pada seorang gadis muda cerdas bernama Lou Salome. Saya lupa, entah dua atau tiga kali Nietzsche melamar wanita itu, tetapi selalu ditolaknya. 

Cintanya bertepuk sebelah tangan, Nietzsche galau. Di tengah kegalauan itu, ya seorang filsuf biasanya kan penyendiri, ditambah cinta bertepuk sebelah tangan, bisa dibayangkan semakin penyendirinya Nietzsche. 

Orang menanggapi patah hati dengan berbagai cara, ada yang bangki dan cari lagi yang baru, ada juga yang buat novel, film, atau lagu yang mengisahkan pahitnya cinta. Nietzsche juga sama, dia menghasilkan karya yang kita nikmati saat ini. 

Karena kegagalan cinta yang pahit itu, sang pembunuh Tuhan menyendiri dan memilih untuk membujang sampai akhir hayatnya di usia 55 tahun. 

Ah mungkin Nietzsche bisa dengan gagah berani membunuh Tuhan, tetapi tidak untuk membunuh perasaan kepada pujaan hatinya. Dahsyat sekali cinta itu ya. 

Mungkin dari situlah lahir amor fati (cinta akan takdir), atau si manusia unggulnya. Saya tidak tahu apakah cara Nietzsche yang memilih membujang sampai akhir hayat itu merupakan cinta kepada takdir atau bukan. 

Meskipun dalam amor fati nya itu Nietzsche menekankan untuk mewarnai hidup lebih berwarna dan bermakna, mungkin ya ini mungkin tanpa cinta hidup ini tidak bermakna. Yah begitulah kisah Nietzsche, bagi saya beliau gagal move on. 

Mungkin kata-kata Tju Pat Kai dari serial Kera Sakti cocok untuk menggambarkan ini, "begitulah cinta deritanya tiada akhir."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun