Kurikulum sekolah tersebut disesuaikan dengan standar pemerintah, kemudian ditambahkan keterampilan bagi kaum perempuan. Misalnya menjahit. Perkembangan Sakola Istri cukup pesat, dan seiring berjalannya waktu murid bertambah banyak. Â
Pada tahun 1914 nama sekolah itu diganti menjadi Sakola Kautamaan Istri guna mendekati tujuan pendidikan di sekolah itu yakni menghasilkan wanita utama.Â
Selanjutnya Sakola Kautamaan Isteri menyebar ke pelbagai kota dan kabupaten, antara lain Garut, Tasikmalaya dan Purwakarta.
Berkat jasanya dalam meperjuangkan pendidikan bagi kaum hawa, Dewi Sartika dianugerahi gelar Orde van Oranje-Nassau pada ulang tahun ke-35 Sekolah Kautamaan Istri. Pada 1 Desember 1966, ia diakui sebagai Pahlawan Nasional.
Kini Sakola Kautamaan Istri namanya berubah menjadi Sekolah Dewi Sartika, dan nama Kautamaan Istri diabadikan menjadi nama jalan di Kota Bandung, lokasi sekolah tersebut terletak di Balonggede.Â
Sekolah tersebut terawat dengan baik, pada 2016 lalu, ketika mengikuti SBMPTN kebetulan lokasi ujian saya di sekolah bersejarah tersebut yaitu Sekolah Dewi Sartika.Â
Sekolah tersebut sejuk, banyak pohon, dan tidak terlalu luas. Lebih luas sekolah negeri lain di Bandung, sekolah Dewi Sartika sendiri untuk jenjang SD dan SMP. Tetapi di tempat inilah pendidikan bagi kaum perempuan khususnya di Bandung dimulai.Â
Perempuan dan PendidikanÂ
Baik Dewi Sartika dan Kartini mempunyai satu kesamaan, yaitu situasi yang sama. Budaya yang mengekang kaum perempuan dan perjuangan pendidikan bagi kaum perempuan. Lantas bagaimana pendidikan bagi kaum perempuan untuk saat ini?Â
Di daerah penulis sendiri, tepatnya di Kabupaten Bandung perempuan kini sudah mendapatkan pendidikan yang sama dengan lelaki.Â