Sementara harapan Ruskiyah agar anak-anaknya tidak menjadi petani, tak lain harapan sebagian besar para petani agar anak-cucunya bisa hidup lebih sejahtera.
Dampak dari hal tersebut adalah demografi petani Indonesia yang semakin menua. Hasil Sensus Pertanian 2023 dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan mayoritas petani di negara kita berusia di atas 55 tahun.
Jika ditelisik lebih dalam, jumlah petani baby boomer (perkiraan usia 59-77 tahun) mencapai 27,61 persen, petani generasi X (perkiraan usia 43-58 tahun) mencapai 42,39 persen, dan petani milenial (perkiraan usia 27-42 tahun) mencapai 25,61 persen.
Sementara, hanya 2,14 persen saja yang tergolong petani muda berusia 26 tahun dan di bawahnya (Gen Z).
Jumlah petani Indonesia juga mengalami penurunan. Jika pada tahun 2013 ada 31 juta petani, maka jumlah petani di Indonesia menjadi 29,3 juta petani pada tahun 2023.
Fenomena jumlah petani yang terus berkurang dengan usia petani yang semakin menua menjadi salah satu isu besar dalam sektor pertanian. Salah satu alasan utamanya adalah kurangnya minat generasi muda untuk terjun ke dunia pertanian.
Banyak faktor yang berperan. Salah satunya, kerja keras yang dilakukan oleh petani tak sebanding dengan penghasilan yang mereka terima. Sektor pertanian dipandang low profit dan high risk.
Tak mengherankan apabila sektor ini tidak menarik bagi anak muda. Padahal, regenerasi petani sangat penting untuk keberlanjutan sektor pertanian dan ketahanan pangan.
Perlu upaya besar untuk mendorong generasi muda agar tertarik berkarir di sektor agraris. Minat tersebut akan timbul apabila sektor ini bisa memberikan kesejahteraan.
Para peneliti pertanian di Universitas Gajah Mada mengungkapkan, lahan minimum yang dibutuhkan untuk mencapai standar kebutuhan hidup layak adalah 1 hektar untuk sawah di Jawa. Untuk luar Jawa, luasnya 2-3 hektar. Dengan asumsi, dua kali panen padi dalam setahun.