Butuh 2 jam untuk mencapai terminal Ciboleger yang menjadi pintu masuk ke Baduy. Banyak rombongan lain yang juga tiba di Ciboleger dan tentunya akan melakukan perjalanan ke Baduy.
Kondisi terminal Ciboleger ternyata telah berubah dibandingkan saat saya datang tahun 2014 lalu. Patung Keluarga Pak Tani di tengah terminal memang masih sama seperti dulu, tapi bangunan-bangunan di sekitarnya sekarang menjadi lebih banyak.
Dulu, ada satu minimarket saja. Namun, sekarang sudah ada tiga. Selain itu juga ada penginapan, yang tak saya lihat sembilan tahun lalu.
Setelah beristirahat sejenak di terminal Ciboleger, kami pun masuk ke pemukiman Baduy Luar dengan berjalan kaki. Ojan yang asli Baduy memandu kami berjalan di jalur berundak, melintasi rumah-rumah panggung khas Baduy.
Bermacam suvenir, hasil bumi, dan minuman dijajakan di rumah-rumah yang berada di kiri-kanan jalur ini. Seperti baju, tas, kain tenun, madu, dan yang lain.
Aktivitas warga juga terlihat. Di salah satu rumah, ada seorang satu ibu tengah membuat kain tenun. Sementara di rumah lain, seorang anak memainkan alat musik gambang diiringi temannya yang memukul semacam kentongan.
Ingatan saya pun melayang kembali pada kunjungan pertama. Ada sekumpulan anak-anak yang juga memainkan gamelan saat itu. Bahkan, saya ikut bergabung bermain gamelan bersama mereka.
Setelah berjalan kaki selama 30 menit, kami tiba di rumah Ojan untuk beristirahat dan menikmati makan siang. Menunya nasi dengan lauk telur dadar, ikan asin, tahu dan tempe goreng, kerupuk, serta sambal dan lalapan. Sederhana, tapi terasa nikmat.