Seperti menikmati sate lilit di Bali dan mengecap rawon di Surabaya. Mencicip lumpia di Semarang dan bakpia di Yogyakarta. Juga, menyesap teh talua di tanah Minang.
Tentu ada sensasi tersendiri tatkala kita bisa menikmati makanan atau minuman di tempat asalnya. Sensasi inilah yang aku ingin rasakan ketika berkunjung ke Desa Jrahi. Menyeruput kopi Jrahi langsung di tempat yang telah menumbuhkannya, tentu akan memberikan pengalaman tak terlupakan. Apalagi, desa ini punya pesona lainnya yang membuatku antusias untuk berkunjung.
Desa Jrahi berada di Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Kebetulan aku juga berasal dari kabupaten yang berada di jalur pantura Jawa ini. Jrahi ada di Kecamatan Gunungwungkal, sedangkan desaku di Kecamatan Pati.
Butuh satu jam lebih bagiku untuk mencapai Jrahi dengan bersepeda motor. Jaraknya sekitar 45 kilometer. Aksesnya cukup mudah, bisa dilalui sepeda motor dan mobil. Jika ingin berhenti sejenak untuk membeli minuman atau mengisi BBM, di sepanjang jalan banyak dijumpai warung, minimarket, SPBU, dan SPBU mini. Benar-benar ramah untuk pengendara!
Setengah perjalanan melalui jalur landai dengan lalu lintas yang lumayan ramai, dari Pati ke arah utara menuju Tayu. Selanjutnya, belok ke kiri (arah barat) menuju jalur menanjak dan lebih sedikit kendaraan dari Tayu ke Gunungwungkal, kemudian berlanjut menuju Desa Jrahi.
Kondisi jalan aspal menuju Jrahi cukup baik. Meski tidak begitu lebar, jalan ini masih bisa dilewati oleh dua mobil yang saling berpapasan. Jalan berkelok dan naik-turun dengan pohon-pohon hijau di sepanjang sisinya memberikan kesegaran bagiku.
"sugeng rawuh ing  dusun jrahi", gapura selamat datang yang dominan berwarna hitam menyambut kedatanganku di Desa Jrahi.
Beberapa tahun terakhir nama Jrahi memang tengah naik daun. Oleh pemerintah kabupaten Pati, desa ini ditahbiskan menjadi desa wisata. Tak tanggung-tanggung, gelar 'desa wisata Pancasila" disematkan kepada Jrahi.
Pemberian gelar tersebut tidaklah tanpa alasan. Desa ini punya beragam potensi yang jarang dimiliki oleh desa-desa lainnya. Mulai dari hasil bumi, keindahan alam, hingga kehidupan warga lokalnya yang harmonis.
Tanah Jrahi yang subur cocok untuk ditanami beragam tanaman. Desa yang berada di ketinggian 470 MDPL ini memiliki hasil bumi seperti kopi, padi, jagung, kakao, durian, alpukat, dan lainnya.
Tanaman kopi tumbuh dengan baik di wilayah-wilayah di Pati yang berada di lereng timur Gunung Muria. Letak geografis tersebut membuat tanaman kopi mendapatkan sinar matahari sewaktu pagi. Konon, kondisi ini menjadikan hasil kopi dari Kabupaten Pati punya cita rasa yang lebih enak jika dibandingkan hasil dari wilayah lainnya yaitu Jepara di lereng utara dan Barat, atau Kudus di lereng selatan Muria.
Wilayah penghasil kopi yang terkenal adalah Jolong di Kecamatan Gembong. Ada kebun kopi yang sudah ada sejak abad ke-19. Kebun kopi Jolong saat ini dikelola oleh PT Perkebunan Nusantara IX. Selain perkebunan moderen, ada pula kebun-kebun yang dikelola secara tradisonal oleh warga. Salah satunya di Jrahi.
Demi menuntaskan keinginan untuk mereguk kopi Jrahi di tempat asalnya, aku pun mampir ke salah satu kedai kopi. Sambil menikmati segelas kopi tubruk, aku berbincang dengan pemilik kedai yang usianya masih muda.
Namanya Aan. Ia memulai bisnis kopi pada tahun 2019 saat masih kuliah. Aan melihat potensi Jrahi sebagai penghasil kopi, sehingga tercetus ide untuk berjualan kopi. Bisnisnya diberi nama Kopi Kampoeng Jrahi.
Kopi dari Jrahi berjenis robusta, arabika, dan liberika. Jenis yang terakhir terdengar asing di telingaku, padahal sudah ada sejak lama. Kopi ini berasal dari Liberika, Afrika Barat yang pada abad ke-19 dibawa masuk ke Indonesia. Karena ukuran bijinya yang besar, kopi liberika juga disebut dengan kopi nangka.
Kopi Kampoeng Jrahi memiliki beberapa varian produk. Antara lain robusta natural, liberika/kopi nangka natural, peaberry/lanang natural, arabica natural, dan lainnya. Dengan sabar, Aan menjawab pertanyaanku mengenai varian-varian tersebut. Kondisi buah kopi saat dipetik, proses penjemuran, roasting, dan faktor-faktor lainnya akan memengaruhi setiap varian Kopi Kampoeng Jrahi.
Misalnya, kopi liberika/kopi nangka natural. Rasanya cenderung pahit dan sedikit asam. Varian ini berasal dari kopi liberika petik merah. Kemudian dikeringkan secara alami, diroasting dengan mesin modern, dan dikemas dalam bentuk bubuk.
Kopi Kampoeng Jrahi memiliki kemasan yang menarik. Aan memanfaatkan teknologi digital untuk pemasaran produknya, misalnya melalui Instagram untuk menjangkau konsumen secara luas. Tak hanya itu, ia secara kreatif juga mengusung konsep singgah untuk menjajakan kopinya. Dengan menggunakan sepeda motor, ia mendatangi konsumen di beberapa tempat singgah di area Desa Wisata Jrahi.
Pemerintah Kabupaten Pati sendiri memberikan dukungan terhadap bisnis UMKM yang ada, termasuk bisnis milik Aan ini. Dukungan tersebut mulai dari pelatihan pembuatan produk yang baik, pemasaran, perijinan usaha, hingga sertifikasi halal.
Kopi Kampoeng Jrahi milik Aan ini bukanlah satu-satunya bisnis UMKM yang berkembang di Jrahi. Bisnis UMKM lainnya seperti kerajinan ukir kayu, Batik Nggunung (batik tulis khas Jrahi), gula aren, minuman herbal, dan lainnya. Produk UMKM tersebut kerap hadir pada bazar yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pati melalui dinas-dinas terkait.
Dari kedai kopi, aku kemudian mendatang salah satu tempat wisata di Jrahi yaitu Embung Mini Jrahi. Aku mendatangi kafe J'Kopi yang berada di tepi embung ini. Dari lokasi ini, aku bisa melihat pemandangan yang indah sambil menikmati makanan dan minuman. Tenangnya air embung berada di salah satu sisi, sementara di sisi lain ada pegunungan hijau yang menyegarkan mata.
Selain Embung Mini, masih ada tempat-tempat lainnya di Jrahi yang menarik untuk dikunjungi wisatawan. Misalnya wisata alam di air terjun Grenjengan Sewu, sumber air Pancur Songo, Goa Jurang Gonggo Mino yang dipercayai sebagai tempat pertapaan Parikesit di zaman pewayangan, atau Jalur Pendakian Puncak Tanggulangsi sebagai salah satu jalur menuju puncak Gunung Muria.
Selain wisata alam, pengunjung juga bisa berwisata religi di Vihara Sadhagiri. Lokasinya tak jauh dari Embung Mini, hanya beberapa puluh meter saja. Tempat ibadah umat Budha ini terlihat megah dan indah, dan merupakan salah satu wihara terbesar di Kabupaten Pati.
Desa Jrahi sendiri dihuni oleh sekitar 2.700 warga yang menganut beragam agama dan aliran kepercayaan. Yakni, agama Islam, Kristen, Budha, dan aliran kepercayaan Sapto Darmo. Mereka hidup berdampingan dengan rukun dan harmonis.
Kerukunan antarumat beragama bisa dilihat pada saat bulan Ramadan beberapa waktu lalu. Warga membagikan takjil untuk berbuka puasa kepada pengguna jalan dan wisatawan yang tengah datang ke Jrahi. Menariknya, takjil tidak hanya dipersiapkan dan dibagikan oleh warga yang beragama Islam, tetapi juga warga beragama lain.
Warga Jrahi juga merawat tradisi leluhur. Setiap bulan Apit, Desa Jrahi dan kebanyakan desa lainnya di Pati mengadakan perayaan "sedekah bumi". Acara bersih desa ini sebagai wujud syukur warga atas nikmat yang telah diberikan Sang Pencipta.
Sedekah bumi di Jrahi ditandai dengan mengarak gunungan hasil bumi yang kemudian dibagikan kepada warga. Selain itu juga ada pagelaran kesenian tayub. Sedekah bumi menjadi momen yang mampu menyatukan warga.
Selain sedekah bumi, masyarakat Jrahi juga melakukan tradisi ruwahan dan dawuhan. Ruwahan menjadi ungkapan sukacita menyambut ibadah puasa Ramadan. Sementara dawuhan sebagai wujud syukur atas terus mengalirnya sumber air untuk mengairi pertanian.
Warga juga arif dalam menjaga alam. Pada lokasi yang rawan longsor seperti di tepi sungai, warga menanaminya dengan bambu. Tanaman ini mudah tumbuh dan memiliki akar kuat yang bisa meminimalisasi longsor. Selain itu bambu juga mampu menyimpan air sehingga sungai tetap mengalir saat kemarau, serta menjadikan udara lebih segar.
Dengan beragam pesona yang dimilikinya, Jrahi memang pantas menjadi desa wisata. Potensi ini perlu terus dikembangkan. Dukungan dari pemerintah dan pihak lain juga diperlukan, yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masayarakat setempat.
Seperti yang telah dilakukan Adira Finance dengan menggagas Festival Kreatif Lokal 2022 (http://adira.id/e/fkl2022-blogger) dan Desa Wisata Ramah Berkendara. Program tersebut mampu membangkitkan kembali perekonomian rakyat yang sempat terpuruk karena pandemi. Besar harapanku, Adira Finance akan melirik Desa Jrahi sebagai lokasi Festival Kreatif Lokal di tahun-tahun mendatang.
Jrahi tidak hanya memiliki keindahan alam. Desa di lereng Muria ini juga dihuni oleh warga yang hidup secara harmonis, baik dalam hubungan antarmanusia, hubungan manusia dengan Sang Pencipta, maupun hubungan manusia dengan alam. Semoga apa yang ada di Desa Wisata Pancasila Jrahi ini bisa memberikan inspirasi bagi desa-desa lainnya di negeriku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H