Satu tahun yang lalu, tepatnya 31 Maret 2018, saya mengambil keputusan untuk berhenti bekerja dari sebuah perusahaan manufaktur di Tangerang. Perusahaan tersebut menjadi perusahaan ke-5 saya bekerja, sejak pertama kali bekerja pada September 2000. Alasan saya memutuskan berhenti bekerja cukup simpel. Saya ingin mendapatkan pekerjaan yang memungkinkan saya memiliki waktu luang lebih.
Saat itu saya belum diterima bekerja di perusahaan lain. Saya berpikir tidak mengapa rehat 2-3 bulan sambil mencoba membuat beberapa surat lamaran pekerjaan. Untuk mengisi waktu, saya mengambil beberapa job sebagai reviewer, buzzer, endorser dan pekerjaan lain terkait dengan dunia blog dan media sosial. Ya, saya menjadi pekerja lepas atau freelance yang malah berlanjut sampai sekarang.
Saya cukup menikmati pekerjaan baru sebagai pekerja freelance, terutama dari segi waktu yang tidak sepadat saat saya bekerja di korporasi. Saya dapat bekerja di mana saja dan kapan saja dan tidak perlu lagi merepotkan diri untuk mengikuti peraturan perusahaan selama pekerjaan yang ditugaskan klien dapat saya selesaikan.
Ada beberapa pengalaman baru yang saya dapatkan selama saya menjalani profesi pekerja freelance ini. Salah satunya terkait dengan perjanjian atau kontrak kerja. Jika pada pekerjaan sebelumnya di korporasi selalu ada perjanjian hitam di atas putih, maka sebaliknya, seingat saya pada pekerjaan baru yang saya kerjakan selama 1 tahun terakhir ini belum pernah ada perjanjian tersebut.
Selama ini kesepakatan antara saya sebagai pekerja freelance dengan klien dilakukan melalui e-mail atau perbincangan di Whatsapp. Informasi terkait hak dan tanggung jawab masing-masing pihak dicantumkan dalam kesepakatan tersebut. Umumnya pekerjaan itu sifatnya pekerjaan 'sekali putus'. Maksudnya, hanya sekali, langsung dibayar. Tetapi ada pula yang bersifat berkesinambungan, satu bulan terus menerus atau beberapa bulan untuk beberapa pekerjaan.
Namun, apakah kesepakatan hanya melalui e-mail atau Whatsapp dan tanpa perjanjian tertulis berupa kontrak kerja tersebut sudah bisa dijadikan pegangan? Bagaimana bila terjadi pelanggaran oleh salah satu pihak, dan apa konsekuensinya?
Sekilas tentang Kursor Kompasiana dan Kontrak Hukum
Hari Sabtu yang lalu (23/3), saya dan teman-teman kompasianer hadir dalam acara yang digagas Kursor Kompasiana untuk komunitas. Bertempat di Wuhub Coworking Space di Kuningan, Jakarta Selatan, acara ini membahas pentingnya kontrak untuk pekerja freelance.
Di awal acara, Kevin dari Kompasiana menjelaskan secara singkat mengenai Kursor. Kursor (Kumpul Bareng Komunitas Sore-sore) menjadi tempat berbagi ilmu, inspirasi dan cerita, dan sarana meningkatkan kualitas komunitas-komunitas yang ada di Kompasiana serta meningkatkan kualitas anggota komunitas tersebut. Pada edisi perdana Kursor, Kompasiana menggandeng Kontrak Hukum.
Jika mendengar kata 'hukum', sebagian besar orang akan mengidentikkannya dengan sesuatu yang ribet, lama dan mahal. Persepsi tersebut hendak diluruskan oleh Kontrak Hukum dengan mengubahnya menjadi 'hukum itu cepat, mudah dan terjangkau', dan hal tersebut bisa dilakukan melalui sistem yang terintegrasi secara digital.
Kontrak Hukum (www.kontrakhukum.com) merupakan digital legal service untuk semua kebutuhan bisnis, yang melayani beragam jasa hukum secara online. Misalnya pembuatan dan review bermacam kontrak bisnis, pembuatan badan usaha (PT, PT PMA, CV), pendaftaran merek, dan personal lawyer. Melalui website, klien tidak perlu lagi menghabiskan waktu untuk mencari dan membuat janji temu dengan konsultan hukum yang sesuai dengan kualifikasi dan budget.
Pentingnya Kontrak Kerja bagi Pekerja Freelance
Sesi mengenai kontrak kerja bagi pekerja freelance, dibawakan oleh Grace Monica Ramli, Chief Legal Officer (CLO) Kontrak Hukum.Â
Menjadi seorang pekerja freelance memang membawa kenikmatan tersendiri, tetapi kita patut mengetahui beberapa hal penting yang ada di dalam kontrak kerja antara kita sebagai pekerja freelance dengan klien. Pekerja freelance tidak memiliki badan hukum yang menaungi, satu-satunya yang dapat melindungi kita adalah sebuah kontrak kerja yang telah dibuat dengan baik.
Menurut definisinya, kontrak kerja adalah kesepakatan dua pihak atau lebih atas satu hal tertentu (misalnya pekerjaan yang harus dilakukan). Sebuah kontrak dibuat bertujuan untuk menyelamatkan para pihak, karena isi di dalam kontrak adalah lingkup pekerjaan yang dilakukan.
Sebuah kontrak dikatakan sah apabila memiliki syarat-syarat berikut: ada kesepakatan; ada pihak-pihak yg cakap melakukan tindakan; ada objek; dan dibuat dengan itikad baik. Bentuk kontrak antara 2 pihak bisa dibedakan menjadi 2 jenis yaitu kontrak bawah tangan (ditandatangani oleh dua pihak) dan akta otentik (ditandatangani oleh dua pihak dan disaksikan oleh notaris atau pejabat berwenang). Keduanya sah menurut hukum.
Kontrak kerja yang baik akan membantu untuk terhindar dari miskomunikasi dengan klien sebelum pekerjaan dimulai. Klien dan pekerja akan mendapatkan sebuah kesepakatan yang tepat serta ekspektasi yang jelas dari kedua belah pihak. Itulah mengapa sebuah kontrak kerja perlu diperhatikan secara seksama agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
Dari penjelasan Grace, ada poin-poin penting yang saya catat dan saya bagikan kembali di tulisan ini. Sebelum memutuskan untuk menandatangani sebuah kontrak kerja, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
Jumlah dan detail pembayaran
Sebagai pekerja freelance, kita perlu tahu jumlah dan sistem pembayaran tertulis jelas di kontrak. Apakah akan dibayar di awal pekerjaan? Atau dibayar setelah pekerjaan selesai? Atau apakah akan dibayar dengan sistem lima puluh persen di awal dan lima puluh persen sisanya di akhir pengerjaan?Â
Usahakan agar periode pembayaran serta nominalnya tertera jelas di atas kontrak kerja agar tidak ada lagi yang perlu mempertanyakan hal tersebut. Perhatikan juga rentang waktu pembayaran setelah tagihan diterima klien.Â
Cakupan pekerjaan
Cakupan pekerjaan, atau yang biasa disebut "scope of work", seringkali menjadi pusat permasalahan bagi para pekerja freelance. Poin ini menjadi tajuk utama di dalam sebuah kontrak kerja, di mana akan tertera pekerjaan apa saja yang akan dikerjakan untuk klien. Jika tidak diperhatikan dengan seksama, cakupan pekerjaan yang tidak jelas akan membawa kita ke dalam permasalahan yang tidak penting.
Dengan cakupan pekerjaan yang jelas, sebelum memulai pekerjaan tersebut kita dan klien akan sama-sama mengetahui apa yang akan dikerjakan serta hasil apa yang akan diterima nantinya.
Kepemilikan hasil kerja
Siapakah yang nantinya akan memiliki hak penuh atas hasil akhir dari pekerjaan tersebut? Kita atau klien? Apabila seorang freelancer bekerja di industri kreatif, kontrak kerja yang akan ditandatangani nantinya haruslah menyatakan siapa yang memiliki hak cipta atas pekerjaan yang kamu selesaikan.
Menurut Grace, hak moral atas hasil karya tetap milik kita sebagai pembuatnya. Kita bisa mendapat benefit (misalnya berupa royalti), meskipun secara hak milik (atas karya) sudah dimiliki klien sebagai pemberi pekerjaan.
Deadline
Kita perlu juga untuk memperhatikan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan. Kita harus meyakinkan bahwa jumlah waktu pengerjaan tertera di dalam kontrak, sebelum nantinya klien akan menekan untuk menyelesaikan pekerjaan secepat mungkin. Hal ini juga akan mencegah kita untuk mengulur-ulur pekerjaan dan membuang waktu yang seharusnya dapat kita gunakan untuk mengerjakan proyek lainnya.
Revisi
Revisi bisa saja terjadi dalam pelaksanaan pekerjaan. Namun revisi di luar kesepakatan adalah hal yang merugikan kita sebagai pekerja.
Untuk menyiasati revisi yang tak terhingga, kita harus menyertakan di dalam kontrak tentang jumlah revisi maksimal sebelum pekerjaan tersebut selesai. Bila klien membutuhkan revisi tambahan di luar dari kesepakatan, kita bisa menyertakan biaya tambahan. Hal ini diperlukan untuk mencegah terjadinya waktu yang akan terbuang karena revisi, baik dari sisi kita maupun dari sisi klien.
Pemutusan hubungan kerja mendadak
Kadang klien berubah pikiran atas proyek, dan tidak jarang yang berakhir di pembatalan proyek. Jika kita telah memulai pekerjaan dan tiba-tiba klien memutuskan untuk menghentikan kontrak, kita menjadi pihak yang akan sangat dirugikan.
Untuk menghindari terjadinya hal tersebut, kita harus meyakinkan kembali bahwa poin ini telah tertera di dalam kontrak kerja sebelum kamu menandatanganinya. Kedua belah pihak harus setuju bahwa ketika ada pembatalan proyek atau pemutusan hubungan kerja, salah satu pihak harus membayar biaya kerugian yang terjadi. Nominal biaya kerugian bisa beragam, tergantung kepada sejauh mana pekerjaan tersebut telah diselesaikan.
Nah, itulah beberapa hal yang perlu kita perhatikan terkait kontrak kerja sebagai pekerja freelance. Kita perlu meminta kontrak kerja pada saat menerima pekerjaan dari klien untuk membuat diri kita aman, bukan untuk menuntut pemberi kerja. Bila terjadi perselisihan, kunci utama adalah sedapat mungkin lakukan komunikasi dengan klien dan sedapat mungkin hindari penyelesaian melalui jalur hukum karena akan memerlukan waktu dan biaya tak sedikit yang dikeluarkan oleh kedua pihak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H