Mohon tunggu...
Daniella Natasha
Daniella Natasha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Mengapa Bulan Mei Lalu Terasa Lama Sementara Bulan Juni Terasa Cepat? Penjelasan Psikologis di Baliknya

24 Juni 2024   18:00 Diperbarui: 24 Juni 2024   18:09 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Pada akhir bulan Mei 2024 ini, banyak beredar pernyataan di media sosial seperti X dan Instagram yang mengungkapkan bahwa bulan Mei terasa sangat lama dan melelahkan. Pengguna berbagai platform mengeluhkan betapa lambatnya waktu berlalu, seakan-akan bulan ini tidak kunjung berakhir. Sebaliknya, bulan Juni justru terasa sangat cepat berlalu.

Pendapat tersebut salah satunya disampaikan oleh Aditya Julian melalui aplikasi X, "Sejauh ini bulan mei sih yang paling jauh. Lama banget perasaan mei mulu dari kemarin," Demikian juga, Medy Renaldy menambahkan, "Kemarin Mei berasa lama banget, dan anehnya yang ngerasa juga banyak banget. Nah, ini kenapa Juni berasanya cepet banget, ya?" 

Bulan Mei memang memiliki 31 hari, 1 hari lebih panjang dibandingkan beberapa bulan lainnya. Namun, beberapa bulan lainnya seperti Januari, Maret, Juli, Agustus, Oktober, dan Desember juga memiliki 31 hari. Demikian juga bulan Juni yang memiliki 30 hari, sama seperti pada bulan April, September, dan November. Lantas, mengapa kebanyakan orang di sosial media setuju bahwa bulan Mei ini terasa lebih lama dan bulan Juni justru terasa lebih cepat dibandingkan bulan lainnya? 

Persepsi Waktu yang Subjektif

Persepsi waktu adalah hal yang sangat subjektif dan bisa berbeda-beda antara satu individu dengan individu lainnya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi bagaimana seseorang merasakan berlalunya waktu. Faktor-faktor ini bisa bersifat internal, seperti kondisi psikologis dan emosional, serta eksternal, seperti situasi dan lingkungan sekitar. Mungkin pada bulan Mei, banyak orang mengalami tingkat stres dan beban kerja yang tinggi sehingga membuat waktu terasa berjalan lambat, sementara kondisi yang lebih santai di bulan Juni membuat waktu terasa cepat berlalu.

1. Stres dan Beban Kerja

Salah satu alasan utama mengapa seseorang bisa merasa bahwa waktu berjalan lambat adalah tingkat stres dan beban kerja yang tinggi. Pada bulan Mei, banyak orang mungkin menghadapi tekanan tambahan, seperti tenggat waktu pekerjaan, ujian akhir bagi pelajar, atau persiapan untuk acara besar. Ketika seseorang berada di bawah tekanan yang besar, hari-hari bisa terasa panjang karena otak terus menerus bekerja keras untuk menyelesaikan berbagai tugas. Sebaliknya, bulan Juni mungkin lebih santai setelah melewati periode sibuk, sehingga waktu terasa berlalu lebih cepat.

Psikolog terkenal, Dr. Daniel Kahneman, dalam bukunya "Thinking, Fast and Slow," menyatakan bahwa pengalaman waktu sangat dipengaruhi oleh kondisi emosional seseorang. Ketika seseorang mengalami stres atau tekanan tinggi seperti di bulan Mei, persepsi terhadap waktu dapat berubah drastis. Otak kita cenderung lebih fokus pada perasaan tidak nyaman dan beban tugas, membuat setiap detik terasa lebih panjang. Ketika tekanan berkurang di bulan Juni, waktu pun terasa berjalan lebih cepat.

2. Rutinitas yang Monoton

Rutinitas harian yang monoton juga dapat membuat waktu terasa berjalan lambat. Ketika hari-hari dipenuhi dengan aktivitas yang sama setiap hari tanpa banyak variasi, otak tidak mendapatkan rangsangan baru yang cukup untuk membuat waktu terasa cepat berlalu. Aktivitas yang monoton cenderung tidak menciptakan banyak kenangan baru, sehingga otak merasa bahwa waktu berjalan lebih lambat karena kurangnya peristiwa penting yang bisa diingat.

Menurut ahli psikologi waktu, Dr. Claudia Hammond, penulis buku "Time Warped: Unlocking the Mysteries of Time Perception," otak kita lebih mudah mengingat peristiwa yang unik atau berbeda dari rutinitas sehari-hari. Ketika hari-hari kita dipenuhi dengan kegiatan yang sama, otak tidak memiliki banyak kenangan baru untuk diingat, sehingga waktu terasa berjalan lebih lambat.

3. Kurangnya Kegiatan yang Menyenangkan

Kegiatan yang menyenangkan atau yang membuat seseorang bersemangat dapat membuat waktu terasa berlalu lebih cepat. Jika bulan Mei ini diisi dengan kegiatan yang kurang menarik atau tidak menyenangkan, maka waktu mungkin terasa berjalan lebih lambat. Misalnya, jika seseorang lebih banyak menghabiskan waktu untuk bekerja atau belajar daripada bersantai atau berkumpul dengan teman-teman, hari-hari bisa terasa lebih panjang. Hal sebaliknya terjadi di bulan Juni.

Dr. Mihaly Csikszentmihalyi, seorang psikolog terkenal yang memperkenalkan konsep "flow," menjelaskan bahwa ketika seseorang terlibat dalam kegiatan yang menyenangkan dan penuh tantangan, mereka cenderung kehilangan rasa waktu karena begitu terfokus dan terlibat dalam aktivitas tersebut. Sebaliknya, kurangnya keterlibatan dalam kegiatan yang menyenangkan dapat membuat waktu terasa berjalan lebih lambat.

Namun, teori-teori di atas masih belum menjelaskan mengapa banyak orang di sosial media memiliki persepsi waktu yang sama mengenai bulan Mei yang terasa lama dan bulan Juni yang terasa cepat. 

Pengaruh Sosial Media

Sosial media juga berperan besar dalam membentuk persepsi kita terhadap waktu. Ketika banyak orang berbagi perasaan yang sama tentang bulan Mei yang terasa lama dan bulan Juni yang terasa cepat, hal ini bisa mempengaruhi orang lain untuk merasa hal yang sama. Fenomena ini dikenal sebagai "social contagion," di mana perasaan dan emosi menyebar dari satu individu ke individu lainnya melalui interaksi sosial. Ketika kita melihat banyak orang mengeluh tentang waktu yang berjalan lambat di bulan Mei di sosial media, kita cenderung lebih mudah merasakan hal yang sama karena tersugesti oleh pendapat umum. Sebaliknya, perasaan bahwa bulan Juni berjalan cepat juga dapat menyebar dengan cepat melalui media sosial.

Dr. John Cacioppo, seorang psikolog sosial, mengungkapkan bahwa emosi dan perasaan dapat menyebar dengan cepat melalui interaksi sosial, baik secara langsung maupun melalui media sosial. Ketika kita melihat teman-teman kita merasakan sesuatu, kita lebih cenderung merasakan hal yang sama karena adanya pengaruh sosial dan empati.

Opini Penulis

Secara pribadi, penulis tidak merasa bahwa bulan Mei lalu terasa lama karena penulis menikmati dan mengisi waktu dengan kegiatan yang menyenangkan pada bulan Mei. Namun, penulis juga merasa bahwa bulan Juni ini terasa cepat, seperti pendapat kebanyakan orang di sosial media, karena pada bulan Juni, penulis melakukan banyak kegiatan yang menyebabkan waktu terasa cepat berlalu.

Hal ini dapat membuktikan pendapat bahwa bulan Mei yang terasa cepat dan bulan Juni yang terasa lama bukan karena durasi bulan yang memang lebih panjang, namun karena persepsi waktu subjektif yang dialami oleh masing-masing orang, serta oleh karena adanya sugesti dari pendapat kebanyakan orang di sosial media.

Kesimpulan

Tidak ada teori yang secara khusus menyatakan bahwa bulan Mei lebih lama dari bulan lainnya. Persepsi waktu sangat subjektif dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Pada bulan Mei ini, banyak orang merasa waktu berjalan lambat karena kombinasi dari stres, rutinitas yang monoton, kurangnya kegiatan yang menyenangkan, dan pengaruh sosial media. Pengaruh sosial media memperkuat perasaan ini dengan menyebarkan keluhan yang sama di antara banyak orang. Dengan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi waktu, kita bisa mencoba strategi untuk membuat hari-hari terasa lebih cepat dan menyenangkan.

Fenomena ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh sosial dan kondisi psikologis dalam membentuk persepsi kita terhadap waktu. Setiap orang memiliki pengalaman yang berbeda, dan bagaimana kita merasakan berlalunya waktu bisa sangat dipengaruhi oleh cara kita menjalani hari-hari kita.

Daftar Pustaka

Cacioppo, J. T., & Patrick, W. (2008). Loneliness: Human Nature and the Need for Social Connection. New York: W.W. Norton & Company.

Csikszentmihalyi, M. (1990). Flow: The Psychology of Optimal Experience. New York: Harper & Row.

Hammond, C. (2012). Time Warped: Unlocking the Mysteries of Time Perception. London: Canongate Books.

Kahneman, D. (2011). Thinking, Fast and Slow. New York: Farrar, Straus and Giroux.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun